Bisnis.com, JAKARTA – Sektor ekonomi hijau memiliki potensi besar untuk membuka lapangan kerja secara masif. Kebutuhan ‘tenaga kerja hijau’ Tanah Air diproyeksi mampu menembus 5,3 juta orang dalam 5 tahun mendatang.
Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Febrian Alphyanto Ruddyard mengungkap fenomena itu dalam peluncuran Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia, sejalan dengan Indonesia’s Green Jobs Conference (IGJC) 2025: Turning Vision Into Action.
Berdasarkan analisis Bappenas, apabila skenario pertumbuhan ekonomi tinggi dapat terjadi, jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia pada tahun ini diperkirakan mencapai 4 juta orang atau 2,7% dari total tenaga kerja, kemudian meningkat menjadi lebih dari 5,3 juta orang atau 3,14% pada 2029.
Selain itu, jumlah pekerjaan yang berpotensi berubah menjadi pekerjaan terkait ekonomi hijau diproyeksikan mencapai 56 juta pada 2025 dan meningkat menjadi 72 juta pada 2029.
Tren tersebut menunjukkan bahwa mayoritas tenaga kerja Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk bertransformasi menjadi tenaga kerja hijau, dengan dukungan teknologi, keterampilan, dan kebijakan pemerintah yang tepat.
"Meski begitu, proses transformasi ini juga menghadapi tantangan, seperti rendahnya partisipasi perempuan, tingginya proporsi pekerjaan informal, dan kesenjangan dalam pengupahan, serta perlindungan sosial,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (6/5/2025).
Baca Juga
Oleh karena itu, peta jalan penting sebagai panduan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menghadapi tantangan transisi menuju ekonomi hijau. Dokumen ini menjadi acuan nasional dalam menyusun regulasi, program, dan investasi SDM secara terintegrasi dan inklusif.
Terdapat delapan sektor prioritas, mulai dari energi terbarukan hingga ekonomi sirkular yang dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung transformasi ekonomi rendah karbon dan penciptaan pekerjaan hijau berkualitas.
Pendekatan yang digunakan dalam peta jalan berfokus pada identifikasi tugas dan kompetensi yang berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan. Hal ini memastikan pekerjaan hijau dapat dijabarkan menjadi kebutuhan keterampilan yang spesifik dan dapat dilatih secara sistematis.
Strategi jangka pendek dan menengah yang dirancang dalam peta jalan mencakup penyesuaian sistem pelatihan dan pendidikan vokasi agar sejalan dengan kebutuhan nyata pasar kerja hijau.
“Saya membayangkan dan bahkan bermimpi, bahwa dalam lima tahun ke depan, ketika seseorang ditanya ‘Apa pekerjaan Anda?’, jawabannya tidak hanya soal gaji, tapi juga seberapa hijau pekerjaan Anda? Mungkin itulah impian bersama kita, pekerjaan hijau sebagai ciri peradaban baru Indonesia,” tambahnya.
Adapun, peta jalan ini merupakan hasil kerja sama pembangunan dari Pemerintah Jerman, Australia, dan Bank Dunia, serta kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan, kementerian/lembaga terkait lainnya, swasta, serikat pekerja, OMS, serta mitra pembangunan internasional seperti GIZ dan PROSPERA.
Turut hadir, Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Asean, dan Timor-Leste Ina Lepel yang mengungkap bahwa peluncuran peta jalan ini juga menjadi bagian dari peringatan 50 tahun Kerja Sama Pembangunan Jerman di Indonesia.
“Dukungan Pemerintah Jerman merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mendukung Indonesia dalam memajukan transisi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan menuju ekonomi hijau. Memajukan keterampilan tenaga kerja Indonesia menuju hijau menjadi salah satu faktor kunci,” jelasnya.
Menurutnya, keberhasilan implementasi peta jalan bergantung pada sinergi dan kolaborasi multipihak meliputi pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, hingga mitra pembangunan internasional.
Melalui peta jalan ini, Indonesia menegaskan transformasi menuju ekonomi hijau harus ditempuh dengan menempatkan SDM sebagai pusat perubahan untuk mencapai tenaga kerja terampil, inklusif, dan siap menghadapi masa depan.