Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) masih menjajaki investor untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Tak hanya investor, teknologi dan regulasi juga aspek krusial yang mesti dipersiapkan.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Nurul Ichwan mengatakan, nuklir dengan bentuk modular atau skala kecil dapat menjadi salah satu sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang ekonomis.
“Persoalan siapa nanti investornya yang akan melakukan investasi di situ, kita masih harus menjajaki lagi,” kata Nurul kepada wartawan di kantor BKPM, Rabu (23/4/2025).
Indonesia juga mulai merencanakan pengembangan PLTN yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2030. Namun, Indonesia tetap mengoptimalkan sumber EBT dari panas bumi (geothermal), solar panel, dan lainnya.
“Tapi kalau misalnya nanti di situasi yang kemungkinan katakanlah tidak bisa dikembangkan dengan resources yang available karena pertimbangan lokasi atau keadaan alam yang kurang mendukung itu, nuklir juga bisa menjadi salah satu alternatif karena kan teknologinya termasuk dari Inggris yang modular ini sudah ada,” ujarnya.
Sebab, dia menilai investor masih menunggu kondisi bauran energi terbarukan dan posisi nuklir dalam skala prioritas saat ini. Untuk itu, pihaknya masih perlu mendetailkan hal tersebut.
Baca Juga
Dalam hal ini, persiapan akan dilakukan secara bertahap oleh pemerintah, mulai dari penyampaian potensi PLTN di Indonesia hingga rancangan risiko implementasi nuklir.
“Indonesia bukan tidak menguasai teknologi nuklir, kita sudah punya yang di Serpong untuk pembangkit listrik yang sudah dibuat oleh teknologi kita juga, nah, cuma memang berkaitan ini bisa diterima atau tidak bukan cuma pada persoalan investor mau datang kemudian kita implementasikan,” tuturnya.
Berbagai stakeholder terkait harus melakukan penilaian terkait mitigasi dan sosialisasi pembangkit nuklir kepada masyarakat terkait manfaat dari teknologi baru tersebut.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno dan Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo bertemu dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair untuk membahas isu transisi energi, termasuk pengembangan PLTN.
Eddy menjelaskan bahwa pada kesempatan tersebut, Tony Blair menceritakan pengembangan teknologi energi terbarukan di Inggris. Salah satunya, yaitu pembangunan pembangkit nuklir yang modular dengan kapasitas relatif kecil, 300–500 megawatt (MW).
Menurutnya, pengembangan pembangkit nuklir modular cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Dia juga menyebut Tony Blair memperkenalkan perusahaan asal Inggris untuk membahas lebih lanjut mengenai pembangkit nuklir modular.
“Kita akan menunggu presentasi yang disampaikan oleh perusahaan yang dimaksud untuk bisa mengetahui lebih banyak lagi, lebih dalam lagi, bagaimana teknologi nuklir bisa diadopsi di Indonesia ke depannya,” ujar Eddy, dikutip dari Antara, Selasa (22/4/2025).
Pada 2038, imbuh Eddy, sumber-sumber energi terbarukan di Pulau Jawa diperkirakan akan habis sehingga pembangkit nuklir memang dibutuhkan.
Adapun, Kalimantan Barat dan Bangka Belitung menjadi preferensi lokasi untuk pembangunan pembangkit nuklir di Indonesia. Namun, hingga kini belum ada lokasi yang ditetapkan untuk pembangunan dimaksud.