Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia memerlukan investasi hingga US$162 miliar atau sekitar Rp2.717,2 triliun (asumsi JISDOR 14 April 2025 Rp16.773 per dolar AS) untuk membangun infrastruktur energi baru terbarukan.
Estimasi ini disampaikan oleh Direktur Manajemen Risiko PLN Suroso Isnandar. Dia mengatakan PLN menargetkan pasokan energi terbarukan di angka 59% dari total kebutuhan listrik di Indonesia, sesuai draf Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
"Jadi energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan akan mendominasi lanskap Indonesia," ujar Suroso dalam acara Indonesia-Switzerland Hydropower Conference 2025 di Kantor Pusat PLN, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).
Untuk mencapai target itu, PLN berencana menambah kepasitas pembangkit listrik dari energi terbarukan sekitar 41,9 gigawatt (GW) hingga 2034. Perinciannya, 7,2 GW dari tenaga angin, 16,9 GW dari tenaga surya, 5,1 GW dari tenaga panas bumi, 11,7 GW dari tenaga air atau hidro, dan 1 GW dari bioenergi.
Suroso tidak menampik bahwa target tersebut sangat ambisius. Hanya saja, dia meyakini target tersebut bisa dapat tercapai, terutama setelah PLN mengidentifikasi potensi sumber energi terbarukan tenaga air.
"Di Kalimantan potensinya bisa mencapai 13 gigawatt, di Sumatra lebih dari 7 gigawatt, di Sulawesi lebih dari 5 gigawatt," katanya.
Baca Juga
Kendati demikian, dia mengakui potensi energi terbarukan itu hanya bisa dimanfaatkan dengan dukungan pembangunan infrastruktur. Suroso mengatakan kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur energi terbarukan menembus US$162 miliar.
Dari jumlah tersebut, kebutuhan dana terbesar diperlukan untuk mendukung proyek listrik tenaga hidro dan panas bumi. Suroso mengatakan dua sektor ini memerlukan investasi yang nilainya mencapai US$59 miliar.
"Ini adalah peluang bisnis di Indonesia untuk 10 tahun ke depan. Untuk mengaksesnya, kami membutuhkan kolaborasi dan komitmen yang kuat," jelasnya.