Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asia Memimpin Transisi Energi di Bidang Ketenagalistrikan Global

Ketika negara Barat masih bergulat dengan berbagai hambatan kebijakan dan insentif, negara-negara di Asia secara agresif merangkul elektrifikasi dan energi terbarukan sebagai fondasi ekonomi masa depan.
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) area Lahendong yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) /Dok. PGEO
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) area Lahendong yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) /Dok. PGEO

Bisnis.com, JAKARTA – Asia menjadi garda terdepan dalam transisi energi global, terutama di sektor ketenagalistrikan. 

Ketika negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, masih bergulat dengan berbagai hambatan kebijakan dan insentif, negara-negara berkembang di Asia secara agresif merangkul elektrifikasi dan energi terbarukan sebagai fondasi pertumbuhan ekonomi masa depan. 

Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan pergeseran struktural yang mendefinisikan ulang peta jalan energi dunia.

Laporan terbaru dari Ember menyoroti bagaimana negara-negara seperti Vietnam dan Bangladesh telah meningkatkan pangsa listrik dalam bauran energi total mereka jauh lebih cepat daripada Amerika Serikat. 

Sejak 2000, China, misalnya, telah melipatgandakan pangsa listrik sebagai proporsi energi primer hingga hampir seperempat, sementara AS dan Eropa tampak stagnan. 

Daan Walter, peneliti di Ember, menekankan bahwa elektrifikasi adalah persaingan paling krusial saat ini bagi negara-negara yang ingin mengembangkan ekonomi mereka. 

“Listrik tidak hanya membantu meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya operasional. Industri yang mendukung elektrifikasi, seperti manufaktur mobil listrik dan pemasangan pompa panas, juga tumbuh lebih cepat daripada sektor lainnya," ujarnya dilansir Bloomberg, Selasa (1/7/2025).  

Ironisnya, saat Senat AS sibuk memperdebatkan rancangan undang-undang pajak yang berpotensi menambah bea masuk pada ladang tenaga surya dan angin, negara-negara Asia justru melihat elektrifikasi sebagai keharusan ekonomi. 

Sebagai importir bahan bakar fosil, banyak negara di Asia didorong untuk beralih ke energi terbarukan guna mengurangi ketergantungan dan volatilitas harga energi global.

Kondisi ini sangat kontras dengan AS, produsen minyak dan gas alam terbesar di dunia, yang mungkin tidak memiliki insentif ekonomi serupa. Namun, permintaan listrik di AS sendiri semakin sulit dipenuhi, terutama dengan melonjaknya konsumsi daya pusat data yang didorong oleh kecerdasan buatan. 

Di sinilah negara-negara Asia menunjukkan keunggulannya. Kebutuhan untuk memenuhi permintaan daya yang melonjak telah mendorong mereka membangun sektor manufaktur yang kuat untuk peralatan jaringan dasar, seperti transformator dan kabel. 

Vietnam dan Indonesia menempati peringkat tinggi dalam laporan Ember sebagai negara-negara yang cepat melakukan elektrifikasi, sementara India, Pakistan, dan Sri Lanka unggul dalam peningkatan pangsa tenaga surya dan angin dalam campuran jaringan mereka. 

Walter menambahkan, tertinggal dalam elektrifikasi adalah peluang yang hilang bagi negara-negara maju, sebab energi terbarukan dapat membuat listrik lebih murah dan meningkatkan teknologi sehari-hari yang diandalkan rumah tangga, yang pada akhirnya menghasilkan penghematan signifikan.

Laporan World Economic Forum (WEF) 2025 semakin memperkuat narasi ini, menunjukkan percepatan transisi energi global meskipun ada kesenjangan investasi dan tantangan di negara berkembang. 

Meskipun investasi energi bersih global mencapai $2 triliun pada 2024, emisi karbon juga mencapai rekor tertinggi 37,8 miliar ton, seiring lonjakan permintaan energi 2,2% akibat AI dan pusat data. 

Head of the Centre for Energy and Materials, World Economic Forum, Roberto Bocca, menyoroti perlunya investasi mendesak di negara-negara berkembang.  

"Kami melihat pendekatan yang lebih holistik dan kemajuan yang nyata. Sangat menggembirakan bahwa 28% negara, termasuk konsumen dan produsen energi utama seperti Brasil, China, AS, dan Nigeria, telah maju di berbagai dimensi," ujarnya.  

Di sisi lain, Muqsit Ashraf, Group Chief Executive for Accenture Strategy, mengatakan untuk mendorong transisi energi global langkah yang strategis adalah mendesak investasi di negara-negara berkembang yang tumbuh pesat.  

"AI adalah teknologi paling transformatif dalam hidup kita dan pengungkit terbesar untuk masa depan energi yang lebih cerdas, adaptif, dan tangguh," katanya

Meskipun negara-negara Nordik seperti Swedia, Finlandia, dan Denmark memimpin Indeks Transisi Energi WEF karena komitmen kebijakan yang kuat, China menempati peringkat ke-12 karena kepemimpinannya dalam inovasi dan investasi energi bersih. 

Amerika Serikat berada di urutan ke-17, unggul dalam keamanan energi, sementara India dan Uni Emirat Arab juga menunjukkan kemajuan signifikan dalam efisiensi energi dan infrastruktur. 

Laporan WEF menyoroti tiga prioritas utama untuk menjaga transisi energi tetap pada jalurnya: mendefinisikan ulang keamanan energi, mengoreksi ketidakseimbangan modal, dan mengatasi hambatan infrastruktur. 

Penting untuk menarik modal jangka panjang, memodernisasi infrastruktur, dan berinvestasi pada keterampilan tenaga kerja. Sejak 2021, lebih dari 80% pertumbuhan permintaan energi berasal dari negara berkembang, namun lebih dari 90% investasi energi bersih terjadi di negara maju dan China, menunjukkan ketidakselarasan antara aliran modal dan permintaan di masa depan. 

Namun, negara di kawasan Asia, yang dipimpin oleh China dan Malaysia, telah menunjukkan peningkatan regulasi dan investasi energi bersih.

Pergeseran ini juga tampak dalam laporan Wood Mackenzie bertajuk "H1 2025 regional power Strategic Planning Outlooks", yang memproyeksikan Asia Pasifik akan mengalami ledakan investasi di sektor ketenagalistrikan. 

Kawasan ini diperkirakan akan mencapai US$3,9 triliun dalam satu dekade ke depan, 44% lebih tinggi dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya. 

Pendorong utama lonjakan ini adalah pengembangan baterai penyimpanan sebagai teknologi yang paling banyak dipakai, menyumbang 14% dari total investasi hingga 2034, bahkan melampaui investasi pada pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas. 

Alex Whitworth, Vice President, Head of Asia Pacific Power and Renewables Research di Wood Mackenzie, menegaskan bahwa Asia Pasifik telah mencapai titik balik penting dalam dekarbonisasi, dengan emisi karbon sektor ketenagalistrikan yang kemungkinan besar telah mencapai puncaknya pada tahun 2024 karena energi terbarukan dengan cepat menggantikan pembangkit listrik tenaga batu bara. 

"Asia Pasifik telah mencapai titik balik penting dalam dekarbonisasi," ujarnya.

Gabungan pangsa pembangkit listrik tenaga air, surya, dan angin diproyeksikan akan meningkat dari 27% pada 2024 menjadi 40% pada 2030.

Prospek pertumbuhan pendapatan dari baterai penyimpanan di kawasan ini juga sangat menjanjikan, diproyeksikan melonjak dari US$14 miliar pada 2024 menjadi US$184 miliar pada 2035. 

Pangsa penyimpanan dalam penjualan listrik on-grid diperkirakan akan meluas dari kurang dari 1% menjadi lebih dari 11%. 

Di kala Asia Pasifik menikmati gelombang investasi, pasar listrik di Amerika Serikat dan Kanada menghadapi pertumbuhan permintaan yang kuat namun diiringi oleh ketidakpastian kebijakan, sementara Eropa bergulat dengan masalah perizinan dan kendala koneksi jaringan.

Secara keseluruhan, data dan analisis menunjukkan bahwa Asia tidak hanya mengejar ketertinggalan, tetapi juga secara aktif memimpin transisi energi global di sektor ketenagalistrikan. 

Dengan investasi masif, komitmen terhadap elektrifikasi, dan pengembangan teknologi energi bersih, Asia sedang membangun masa depan energi yang lebih berkelanjutan dan mandiri, menempatkan dirinya sebagai mercusuar inovasi dan pertumbuhan dalam lanskap energi yang terus berubah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper