Bisnis.com, JAKARTA — Anak usaha PT PLN (Persero), PT PLN Indonesia Power, melaporkan perkembangan perdagangan karbon perusahaan yang masih minim.
Direktur Utama PT PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra mengemukakan bahwa perusahaan telah mengantongi Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) atas 3,97 juta ton CO2 ekuivalen.
SPE-GRK ini berasal dari empat proyek pembangkit PLN Indonesia Power, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Gunung Wugul sebanyak 12.932 ton CO2 ekuivalen, Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok dengan volume 2,72 juta ton CO2 ekuivalen dan PLTGU Grati dengan volume 1,24 juta ton CO2.
“Jumlah sertifikasi yang telah kami peroleh hampir mencapai 4 juta ton CO2 ekuivalen. Sekitar 3 juta didaftarkan untuk perdagangan karbon secara nasional dan 1 juta ton CO2 ekuivalen untuk perdagangan internasional,” papar Edwin dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Kamis (27/2/2025).
Terlepas dari volume SPE-GRK yang telah diterbitkan, Edwin mengakui bahwa volume kredit karbon yang telah dijual baru mencapai 19.055 ton CO2 ekuivalen.
“Bahkan dari jumlah terjual ini, 18.761 ton di dijual di perdagangan internasional. Di dalam negeri hanya 294 ton CO2. Jadi masih lesu untuk perdagangan dalam negeri,” tambahnya.
Baca Juga
Selain melakukan sertifikasi dan validasi untuk perdagangan karbon melalui IDX Carbon, PLN Indonesia Power juga telah menerbitkan dua proyek kredit karbon pada skema internasional. Pengurangan emisi dalam skema ini telah terverifikasi standar Vera dan diterbitkan sebagai voluntary carbon units (VCUs).
Selama 2008 hingga 2019, reduksi emisi yang sudah terverifikasi dalam VCUs mencapai 1,60 juta ton CO2 ekuivalen. Adapun jumlah VCUs yang telah terjual selama 2011 hingga 2022 menembus 1,58 juta ton CO2 ekuivalen.
“Perlu ada pendalaman pasar karbon dengan peningkatan partisipasi pelaku pasar, baik dari sisi pemasok dan peningkatan permintaan dari pembeli, baik dari sektor swasta maupun pemerintah,” kata Edwin.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat volume transaksi perdagangan karbon internasional pada Bursa Karbon Indonesia mencapai 49.545 ton CO2 ekuivalen per 24 Februari 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyatakan sejak perdagangan karbon internasional diluncurkan pada 20 Januari 2025, jumlah unit karbon yang telah diotorisasi untuk perdagangan internasional mencapai 1,78 juta unit.
"Tapi, yang diperdagangkan masih cukup minim, yaitu saat ini 49.545 ton CO2 ekuivalen dan juga yang untuk renewable energy [energi terbarukan] itu 270 ton CO2 ekuivalen," ucapnya di Jakarta, Rabu (26/2/2025) sebagaimana diwartakan Antara.
Sementara itu, sejak IDX Carbon diluncurkan pada 26 September 2023, ia mengatakan nilai transaksi karbon telah mencapai Rp76,56 miliar.
"Per 24 Februari 2025, total volume transaksi yang diperdagangkan mencapai 1,55 juta ton CO2 ekuivalen atau senilai Rp76,56 miliar," katanya.