Bisnis.com, JAKARTA — Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah sangat gencar mendorong pembangunan sarana pengelolaan sampah dalam bentuk pengolahan sampah menjadi Refused Derrived Fuel (RDF).
Salah satunya, perusahaan karya pelat merah yakni PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) tengah berkontribusi dalam solusi pengelolaan sampah melalui pembangunan fasilitas RDF plant Rorotan yang berlokasi di Jakarta Utara.
Direktur Utama PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) Agung Budi Waskito mengatakan RDF Rorotan nantinya akan tercatat sebagai fasilitas pengolahan sampah RDF terbesar di dunia berdasarkan kapasitas pengelolahan sampahnya dan tercepat dalam pembangunannya.
RDF Rorotan memiliki kapasitas pengolahan sampah hingga mencapai 2.500 ton per hari, lebih besar dibandingkan dengan fasilitas pengolahan sampah RDF terbesar di dunia saat ini yang berada di Tel Aviv, Israel dengan kapasitas 1.500 ton per hari.
“Pembangunan ini akan menjadi pencapaian monumental Indonesia dalam solusi pengelolaan sampah global,” ujarnya dalam keterangan, Jumat (10/1/2025).
RDF Rorotan milik Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta mulai dikerjakan oleh WIKA sejak Maret 2024 dan saat ini telah mencapai progres 94,88%.
Baca Juga
Rencananya RDF Rorotan akan mulai dioperasikan pada Februari 2025 dan menangani sampah domestik dari 16 kecamatan di DKI Jakarta. Dengan kapasitas input 2.500 ton sampah per hari, RDF Rorotan mampu menghasilkan output sebanyak 875 ton RDF dan mengurangi 30% volume sampah yang dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
RDF yang dihasilkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif atau sumber energi terbarukan dengan karakteristik setara batu bara untuk mendukung kebutuhan energi industri pabrik dan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Adapun latar belakang pembangunan fasilitas ini didasari peningkatan volume sampah Jakarta yang mencapai lebih dari 7.500 ton per hari, sementara TPST Bantargebang saat ini sudah mendekati kapasitas maksimal dengan ketinggian landfill hampir 60 meter.
“Oleh karena itu RDF Rorotan adalah solusi strategis untuk mendukung target pengurangan sampah sebesar 2.750 ton per hari sesuai Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023 – 2026,” katanya.
Dalam membangun RDF Rorotan, WIKA mengadopsi teknologi pengolahan sampah terdepan dari berbagai negara, seperti primary shredder, secondary shredder, dynamic screener, dan wind shifter. Kombinasi teknologi ini menggunakan pemisahan material secara presisi untuk menghasilkan RDF berkualitas tinggi.
Tantangan tanah lunak setebal 7 meter – 10 meter di lokasi proyek juga berhasil diatasi dengan inovasi pondasi slab on pile untuk memastikan stabilitas bangunan dan sistem pengolahan dalam jangka panjang.
Menurut Agung, RDF Rorotan bukan hanya sekadar proyek pengolahan sampah, melainkan kontribusi strategis WIKA dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan sesuai misi Asta Cita Pemerintah.
“Pembangunan fasilitas pengolahan sampah RDF terbesar dan tercepat di dunia tersebut sekaligus menunjukan kapasitas kuat WIKA sebagai perusahaan konstruksi terbaik Indonesia di bidang EPC,” ucapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Juru Kampanye Polusi dan Keadilan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Abdul Ghofar menuturkan RDF dipergunakan sebagai bahan bakar campuran di PLTU Batubara maupun pabrik semen.
Pada praktiknya, RDF ini memang berkontribusi pada upaya pengelolaan sampah di berbagai daerah. Namun implementasi teknologi RDF memiliki sejumlah catatan paradigmatik dan teknik.
Pada aspek paradigmatik, implementasi RDF merupakan solusi pengelolaan sampah di hilir dan tidak akan cukup menyelesaikan persoalan sampah secara keseluruhan jika tidak ada upaya pengurangan dan pemilahan sampah dari sumber.
Lalu aspek teknik, kondisi sampah di Indonesia yang mayoritas tercampur dan didominasi sampah organik kan menyulitkan pembuatan RDF.
“Situasi sampah tercampur dan dominannya sampah organik akan mempengaruhi kualitas RDF,” tutur kepada Bisnis.
Dia menilai implementasi teknologi RDF juga memiliki risiko dampak lingkungan dan Kesehatan. Pasalnya, pembakaran RDF di PLTU batubara maupun di pabrik semen berpotensi melepaskan zat beracun seperti dioksin dan furan yang berbahaya bagi Kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik.
Pada aspek lingkungan, pembakaran campuran RDF dan batubara di PLTU berpotensi memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi sumber polusi udara dan emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh menggantungkan upaya pengelolaan sampah pada teknologi RDF.
“Perlu ada usaha lain yang berfokus pada pencegahan, pengurangan dan pengolahan sampah,” ujarnya.
Selain RDF, seharusnya pemerintah memperkuat kebijakan dan implementasi pengurangan sampah dari sumber serta pengurangan sampah oleh produsen.
Komposisi sampah nasional yang didominasi sampah organik juga perlu direspon dengan kebijakan pelarangan sampah organik masuk ke TPA dan implementasi teknologi pengelolaan sampah organik melalui composting, budidaya maggot, penggunaan biodigester dan lainnya.
“Sementara jenis sampah lain seperti kertas dan plastik jenis tertentu perlu dimaksimalkan pada industri daur ulang,” katanya.
Selain teknologi, pemerintah harus mendorong implementasi sistem ekonomi ramah lingkungan melalui ekonomi guna ulang, pengelolaan sampah berbasis kawasan, dan penerapan kawasan minim sampah seperti di pasar, sekolah, rumah ibadah dan fasilitas umum lain.