Bisnis.com, JAKARTA — Isu sampah menjadi persoalan yang tiada habisnya termasuk terkait sampah makanan.
Berdasarkan data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), selama kurun waktu dua dekade dari tahun 2000 - 2019, Indonesia telah membuang sampah makanan mencapai 23 juta hingga 48 juta per tahun, setara dengan 115 kilogram hingga 184 kilogram per kapita dalam satu tahun.
Tak hanya bermasalah bagi lingkungan, dari sisi ekonomi makanan yang terbuang ini memberikan kerugian sekitar Rp231 triliun hingga Rp551 triliun per atau setara dengan kontribusi ke Produk Domestik Bruto sebesar 4% hingga 5% per tahunnya. Jumlah tersebut harusnya bisa memberi makan 30% hingga 40% populasi kita.
Salah satu program andalan Presiden Prabowo Subianto, makan bergizi gratis telah dimulai sejak Senin (6/1/2025) dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan sampah baru.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memastikan pihaknya akan mengawasi pengelolaan sampah berjalan baik dalam pelaksanaan program makan bergizi gratis.
“Kami akan pantau makan bergizi gratisuntuk memastikan dari sisi pengelolaan sampahnya,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (7/1/2025).
Baca Juga
Dari pemantauan tersebut nantinya akan dapat melakukan langkah penyesuaian dan menyusun strategi mitigasi yang sesuai untuk memastikan keberhasilan program makan bergizi gratis dari sisi pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah itu perlu dilakukan karena potensi yang ditimbulkan sampah tidak hanya dari jenis sisa makanan yang masuk dalam kategori sampah organik, tapi juga dari anorganik seperti plastik dan kertas.
Koordinasi juga akan dilakukan dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dalam pelaksanaannya serta pemerintah provinsi termasuk Jakarta karena lokasinya yang dekat dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Kepala Kantor
Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan pemerintah mengoptimalkan kearifan lokal guna mengatasi limbah dari program MBG.
“Jadi memang dengan melakukan ini juga ada kearifan lokal kan untuk mengatasi sampah, untuk mengolah sampah, untuk meminimalisasi adanya limbah,” katanya.
Menurutnya, optimalisasi kearifan lokal membuat program juga bisa disesuaikan dengan situasi sumber bahan pangan yang ada di sekitar lokasi pemberian program makan bergizi gratis.
Adapun salah satu praktik penggunaan kearifan lokal sudah diadopsi dalam program MBG di Kota Cimahi, Jawa Barat. Pemberian susu akan lebih sering mengingat di dekat lokasi program berlangsung ada pabrik susu dan peternakan sapi perah, sehingga suplai susu akan lebih mudah didapatkan.
Di samping itu, program makan bergizi gratis di Cimahi itu juga memperhatikan pengelolaan limbah dengan menggunakan botol kaca untuk susu, sehingga tidak ada lagi limbah tambahan setelah para penerima menyantap makanannya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi pengelolaan sisa makanan dari program makan bergizi gratis. Pihaknya akan berfokus pada pengolahan sampah organik sisa makanan.
Nantinya, sampah organik dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) akan ditangani oleh Dinas Lingkungan Hidup Jakarta dan kemudian dibawa ke tempat pengelolaan sampah reduce, reuse, dan recycle (TPS 3R).
Selanjutnya, sampah tersebut akan didistribusikan ke penggiat Biokonversi Magot Black Soldier Fly (BSF) untuk diolah menjadi produk bernilai dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Sampah dapur seperti kulit buah, sisa sayuran dan bahan organik lainnya di SPPG akan ditangani. Adapun sisa makanan dari sekolah seperti kulit buah atau sisa makanan yang tidak habis, akan dikumpulkan secara terpisah untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan maggot atau bahan pembuatan kompos.
Menurutnya, hal tersebut bertujuan untuk memastikan sampah organik dapat dikelola secara efektif dan dimanfaatkan secara optimal. Dukungan ini mencakup penanganan sampah organik dapur (SOD) dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga ke sekolah-sekolah.
“Kami berkomitmen menangani sampah organik yang dihasilkan dari dapur hingga sisa makanan di sekolah. Untuk SPPG yang memiliki lokasi cukup luas seperti Dapur Sehat Anak Bangsa (DSAB) Halim dapat mengupayakan kegiatan pengurangan sampah di lokasinya, tentu dengan memperhatikan aspek higienis dapur. Kami ingin memastikan bahwa sampah organik dari program MBG tidak hanya terkelola dengan baik tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan,” ucapnya.
Selain itu, Asep mengimbau pihak sekolah untuk memberikan edukasi kepada siswa tentang pentingnya pengurangan sampah. Edukasi tersebut bertujuan menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini sekaligus menumbuhkan kepedulian terhadap dampak buruk "food waste".
“Kami mengharapkan agar sekolah mengedukasi siswa agar membawa tumbler dan benar-benar menghabiskan makanan mereka dan hanya membuang sampah yang tidak bisa dimakan, seperti kulit buah,” tuturnya.
Untuk diketahui, makan bergizi gratis (MBG) yang merupakan program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi diberlakukan hari ini di sekolah-sekolah dan posyandu di 26 provinsi di Indonesia.
Ada sekitar 190 SPGG atau dapur MBG yang beroperasi untuk menyediakan makanan bergizi buat anak-anak sekolah dan ibu hamil mulai hari pertama ini.
Dapur-dapur MBG itu tersebar di 26 provinsi, yaitu Aceh, Bali, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Gorontalo.
Kemudian, ada juga dapur-dapur MBG di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua Selatan.
Operasional dapur MBG dipimpin oleh seorang kepala SPPG yang ditunjuk langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Kepala SPPG ini bekerja sama dengan seorang ahli gizi dan seorang akuntan untuk memastikan kelancaran distribusi makanan dan mengawasi secara ketat kualitas makanan serta standar gizi yang disalurkan ke anak-anak dan ibu hamil.
Sebelumnya, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Denis Chaibi sempat mengingatkan program pemberian makan bergizi gratis kepada anak sekolah tersebut secara lebih baik agar makanan yang diberikan tidak menjadi food loss and waste.
Utamanya terkait penyimpanan makanan yang lebih baik, panen yang lebih baik, penanganan suplai yang lebih baik, serta infrastruktur yang lebih baik.
“Semua itu bisa dilakukan dengan modal yang rendah, dengan return investasi yang terus tumbuh, karena semakin banyak yang tereduksi, semakin banyak yang berinvestasi di situ, semakin besar return-nya. Jadi ketahanan pangan dan food waste erat kaitannya,” ujarnya dalam Green Economy Expo, Rabu (3/7/2024).
Setiap tahunnya, makanan yang tersisa maupun terbuang setara dengan memenuhi kebutuhan pangan bagi 28 juta orang di Indonesia.
“Setiap tahunnya, food waste bisa mendukung 28 juta orang. Jika kita bisa mengurangi food waste secara reasonable kita bisa memberikan makan 10% masyarakat Indonesia,” katanya.