Bisnis.com, JAKARTA - Pengelolaan sampah perkotaan masih jadi pekerjaan rumah yang tidak kunjung terselesaikan. Wacana mengolah sampah menjadi listrik jadi salah satu opsi, tetapi implementasinya tidak mudah.
Terkini, Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan mendorong semua daerah mengadopsi sistem pengelolaan sampah menjadi listrik seperti diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, Jawa Timur.
Menurutnya, Surabaya berhasil menerapkan ekonomi sirkular, yaitu konsep yang bertujuan untuk mengatasi masalah sampah dengan cara mengembalikan sampah yang dihasilkan dari konsumsi ke dalam proses produksi.
"Sehingga, sistem pengelolaan sampah di TPA Benowo dapat diduplikasi di berbagai daerah sebagai langkah mendukung ketahanan energi nasional yang selaras dengan program Astacita Presiden Prabowo Subianto," ujarnya seperti dilansir Antara, Selasa (7/1/2024).
Adapun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo sudah beroperasi sejak 30 November 2015. Pembangkit berbasis energi terbarukan ini memiliki areal seluas 37,4 Hektar.
Melansir laman Kominfo Provinsi Jawa Timur, PLTSa ini pertama kali beroperasi dengan kapasitas 1,65 MW menggunakan teknologi sanitary landfill. Metode ini merupakan sistem pengelolaan dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya, dan kemudian menimbunnya dengan tanah untuk selanjutnya diperoleh gas metan.
Sebagai bentuk tindak lanjut Perpres 35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, PLTSa Benowo tahap 2 berkapasitas 9 MW dengan teknologi gasification (zero waste) beroperasi 10 Maret 2021.
Metode gasification/zero waste adalah metode untuk mengkonversi sampah padat menjadi bahan bakar gas melalui proses termal (termokimia) dengan pasokan udara terbatas pada suatur reaktor yang disebut dengan gasifier.
Setiap tahunnya, PLTSa ini berkontribusi memasok energi bersih sekitar 5,5 GWh dan 30 GWh untuk masing-masing pembangkitnya.
Cerita sukses dari PLTSa Benowo ini, lanjut Zulkifli, dapat menjadi solusi permasalahan sampah di berbagai wilayah seiring dengan pertumbuhan penduduk.
"Saya kira ini solusi penyelesaian persoalan sampah di mana-mana. Karena ekonomi kita tumbuh, penduduk tambah banyak, tentu sampah juga bertambah. Dengan adanya sistem pengelolaan sampah menjadi energi listrik, kota akan menjadi bersih," tambahnya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan sistem pengelolaan sampah menjadi energi listrik di TPA Benowo sudah diakui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena teknologinya sama dengan Singapura.
Dirinya menjelaskan, menjelaskan penerapan pengelolaan sampah menjadi energi listrik di TPA Benowo cukup efektif untuk mengatasi permasalahan sampah di Kota Surabaya.
Proyek PLN
Di sisi lain, sejauh ini pengembangan PLTSa di Tanah Air setidaknya diarahkan untuk 10 daerah. Di antaranya, Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kota Semarang, Kota Makassar, Kota Denpasar, Kota Manado, dan Kota Palembang.
Semuanya masuk dalam rencana pembangunan pembangkit PT PLN (Persero). Pada 2023, PLN menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Konsorsium Sumitomo, Hitachi Zosen, dan Energia Prima Nusantara (EPN) untuk kerja sama pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Legok Nangka berkapasitas 50 megawatt (MW), Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Sayangnya, sejak nota kesepahaman tersebut, belum ada tindaklanjut perkembangan proyek. Hal ini pun sempat disinggung oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Oleh karena itu, PLN harus reform karena sampai hari ini tidak ada satu PLTSa yang jadi, padahal kami sudah mendorong PLTSa Legok Nangka misalnya, itu sudah by process, by design semuanya sudah siap. Nah ini yang menjadi tantangan,” ujarnya di sela Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025, Selasa (10/12/2024).
Pengembangan Tidak Mudah
Sementara itu, Yayat Supriatna, Dosen Fakultas Arsitektur dan Teknologi Lingkungan Trisakti, menjelaskan pengelolaan sampah masih jauh dari kata ideal. Bahkan, menurutnya, sebelum memutuskan membangun PLTSa di sebuah wilayah, perlu dilihat lebih dalam lagi soal proses pengumpulan sampah di tingkat rumah tangga.
"Bagaimana proses pemilahan, pengumpulan dan pembuangannya. Kalau pun sudah disiapkan perencanaan pengembangan PLTSa, bagaimana soal biaya produksi listrik dan harga jualnya ke PLN?," ujarnya.
Momentum pengelolaan sampah sebagai energi, lanjut pengamat tata kota ini, sudah seiring dengan program Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan adanya swasembada energi. Hal inilah yang harus juga diterjemahkan oleh pemerintah daerah.
Yayat mengatakan pemerintah daerah belum menempatkan sampah sebagai ekonomi serkuler, sehingga tidak dapat menaikkan pangkat keekonomian sampah. "Sebenarnya potensinya sudah ada, tapi keberlanjutannya belum," ujarnya.
Pengembangan PLTSa juga tak luput digaungkan sebagai janji politik. Seperti halnya yang terjadi di Pilkada Jakarta. Saat itu, Calon Gubernur Jakarta Pramono Anung mewacanakan melanjutkan pengembangan PLTSa untuk menyongsong Jakarta sebagai kota global.
Dirinya, juga mengatakan akan mempelajari mengapa proyek pengelolaan sampah menjadi tenaga listrik (Intermediate Treatment Facility/ITF) tidak berjalan.