Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah bank pembangunan multilateral atau Multilateral Development Banks (MDBs) terbesar di dunia mengumumkan target pendanaan bersama terkait iklim mencapai US$120 miliar pada akhir dekade ini atau 2030 mendatang untuk negara-negara berkembang.
Target tersebut diungkapkan dalam KTT Iklim PBB atau COP29 yang tengah berlangsung di Baku, Azerbaijan.
Target US$120 miliar ini merupakan peningkatan signifikan dari US$75 miliar yang dikumpulkan kelompok ini dalam pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang pada tahun 2023, dan US$60,9 miliar yang mereka kumpulkan pada tahun 2022, menurut laporan tahunan bersama oleh MDB.
Kelompok MDB, yang mencakup Bank Dunia, Bank Investasi Eropa, dan Bank Pembangunan Inter-Amerika, mengatakan bahwa kapasitas mereka untuk lebih meningkatkan pendanaan iklim akan bergantung pada komitmen pemegang saham negara mereka untuk menyumbangkan lebih banyak modal.
"Oleh karena itu, kami terus mengadvokasi ambisi yang lebih besar di antara anggota klien kami," kata kelompok tersebut dalam pernyataan bersama, dikutip dari Bloomberg, Rabu (13/11/2024).
Selain itu, Asian Development Bank (ADB), African Development Bank Group, the Asian Infrastructure Investment Bank, the Council of Europe Development Bank, the European Bank for Reconstruction and Development, the Islamic Development Bank and the New Development Bank juga menandatangani pernyataan tersebut.
Baca Juga
Janji tersebut menyoroti ambisi kelompok tersebut untuk berperan besar dalam menggalang dana guna membantu negara-negara miskin mengurangi emisi dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Namun, angka tersebut masih kecil jika dibandingkan dengan triliunan dolar per tahun yang dibutuhkan oleh negara-negara berkembang.
MDB berpendapat bahwa kapasitas mereka untuk memperluas pendanaan iklim bergantung pada pemegang saham di negara mereka yang membayar lebih besar. Presiden Bank Dunia, Ajay Banga, menyebut, MDB tidak mungkin menjadi sumber triliunan dana tersebut karena pihaknya tidak memiliki dana tersebut dalam neracanya.
"Peran terbesar kami, selain neraca keuangan kami sendiri, adalah memfasilitasi investasi sektor swasta," katanya.
Untuk mencapai hal tersebut, Bank Dunia sedang berupaya menyederhanakan ketentuan jaminannya, berupaya untuk mengambil kerugian pertama dalam proyek-proyek tertentu untuk membantu mengurangi risiko investasi swasta dan. Selain itu, Bank Dunia juga berencana meluncurkan pembiayaan mata uang lokal untuk membantu mengatasi risiko nilai tukar mata uang asing.
Selama dua pekan ke depan di Baku, hampir 200 negara sedang merundingkan Tujuan Kuantifikasi Kolektif Baru atau New Collective Quantified Goal mengenai pendanaan iklim. Hal tersebut dirancang guna menggantikan target negara-negara kaya untuk mengumpulkan US$100 miliar per tahun bagi negara-negara miskin dalam mendukung upaya transisi ramah lingkungan dan ketahanan mereka terhadap peristiwa cuaca yang semakin ekstrem.
Usulan yang ada saat ini untuk mencapai tujuan baru tersebut mencapai US$2 triliun per tahun, dan MDB diperkirakan akan memainkan peran penting dalam menyalurkan dana publik dan memobilisasi tambahan modal swasta.
Pada tahun 2022, multilateral memobilisasi sekitar $58 miliar pendanaan publik dan swasta—sekitar 50% dari total pendanaan iklim—menurut OECD, yang melacak kemajuan terhadap target $100 miliar. Namun, OECD hanya menghitung dana yang berasal dari negara maju, sehingga tidak sebanding dengan angka MDB, yang juga mencakup dana dari pemegang saham negara berkembang.
Selain dana sebesar US$120 miliar, MDB memperkirakan mereka juga akan membantu memobilisasi US$65 miliar pendanaan iklim dari sektor swasta untuk negara-negara berkembang pada akhir dekade ini.
"Meningkatkan pembiayaan saja tidak cukup. MDB harus mengubah cara kami mendukung negara-negara agar sesuai dengan urgensi krisis iklim," kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa.