Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan optimisme bahwa bursa karbon Indonesia siap diperdagangkan di kancah internasional. Kendati demikian, transaksi Bursa Karbon di dalam negeri tercatat masih minim.
Direktur Pengawasan Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Lufaldy Ernanda mengatakan, OJK siap untuk merambah perdagangan karbon ke luar negeri. Menurutnya, posisi Nationally Determined Contributions (NDC) atau target penurunan emisi gas rumah kaca sudah tercapai.
"Beberapa investor luar negeri itu sudah datang ke OJK, mereka sangat tertarik untuk membeli karbon di Indonesia. Namun, memang kami harus siapkan semua seperti barangnya, prospektusnya, dan kerja sama dengan kementerian terkait,” ujar Lufaldy di Jakarta, dikutip Rabu (20/3/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, di pasar karbon internasional sudah terjadi perdagangan aktif dengan lembaga sertifikasi karbon seperti Verra asal Amerika Serikat (AS) maupun Gold Standard asal Swiss.
Sementara itu di Indonesia, unit karbon yang diperdagangkan di bursa karbon mencakup Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang tercatat dalam SRN PPI oleh KLHK.
Menurut Lufaldy, target OJK ke depannya standar karbon Indonesia bisa diterima di perdagangan internasional, begitu pun sebaliknya (mutual recognition). OJK telah berdiskusi dengan para pemangku kebijakan terkait, dan diharapkan perdagangan karbon internasional dimulai secepatnya.
Baca Juga
"Secepatnya harusnya, karena itu di semua forum regulator kami sudah sepakat. Khususnya di OJK dan KLHK ya, itu memang kami sudah punya target khusus untuk mendiskusikan mengenai mutual recognition ini," pungkasnya.
Adapun, mekanisme transportasi atau pengangkutan karbon lintas negara diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. Perpres soal carbon capture and storage (CCS) itu ditetapkan di Jakarta pada 30 Januari 2024.
Transaksi Bursa Karbon Minim
Di lain sisi, OJK mengakui bahwa transaksi di bursa karbon Indonesia masih minim sejak peluncuran perdana pada 26 September 2023. Oleh sebab itu, OJK merancang berbagai strategi untuk mendongkrak transaksi bursa karbon.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi mengatakan hingga 18 Maret 2024 total akumulasi volume transaksi di bursa karbon sebesar 501.956 ton CO2e dengan nilai sebesar Rp31,36 miliar. Menurutnya, nilai transaksi tersebut masih terbilang kecil.
“Dari transaksi tersebut, sebesar 182.293 ton CO2e dan telah dilakukan retired melalui bursa karbon. Memang saat ini transaksinya masih terbilang kecil," ujar Inarno dalam acara IBC Indonesia's Carbon Market, Selasa (19/3/2024).
Oleh sebab itu, OJK secara aktif terus melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, khususnya dalam memformulasikan berbagai kebijakan insentif dan disinsentif yang dapat mengantisipasi berbagai tantangan baik dari sisi suplai, permintaan, maupun likuiditas di pasar karbon Indonesia.
Selain itu, kata Inarno, OJK terus berupaya untuk mendorong para investor domestik dan global agar mau berinvestasi di berbagai proyek pengurangan emisi yang nantinya akan menghasilkan karbon kredit. Sehingga, OJK tidak hanya fokus di perdagangan karbon tetapi juga mengoptimalkan ekosistem bursa karbon.
“Bahwa ekosistem yang lain itu memang dibutuhkan. Jadi, tidak hanya bursa karbon, tetapi juga ekosistem yang ada di sekelilingnya, ada batas atas, ada karbon tax, dan lain-lain,” pungkas Inarno.