Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperbarui data potensi penyimpanan karbon di dalam negeri pada awal tahun ini.
Berdasarkan identifikasi pada 20 cekungan produksi, Kementerian ESDM memperkirakan kapasitas penyimpanan karbon domestik pada lapisan saline aquifer mencapai 572,77 gigaton CO2 (karbon dioksida), jauh lebih tinggi dari perhitungan pada 2015 lalu di level 9,7 gigaton CO2.
Sementara itu, potensi penyimpanan pada lapisan depleted migas dari hitung-hitungan terbaru mencapai 4,85 giga ton CO2, lebih tinggi dari perkiraan pada 2015 lalu di level 2,5 gigaton CO2.
“Hasil ini lebih besar dari yang disampaikan oleh Rystad, tetapi lebih kecil dari yang disampaikan oleh lembaga lain. Ini masih dalam rentang perhitungan lembaga-lembaga yang ada, ini tentunya berkembang,” kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji di Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Hasil kajian lain yang dilakukan oleh ExxonMobil memperkirakan potensi storage sekitar 80 gigaton CO2 pada saline aquifer, sementara dari hasil kajian Rystad Energy memperkirakan lebih dari 400 giga ton CO2 pada reservoir migas dan saline aquifer Indonesia.
Tutuka menuturkan, data teranyar itu sudah dikonsultasikan dengan perusahaan migas internasional, seperti bp, Chevron, hingga Equinor.
Baca Juga
Saat ini, kata Tutuka, terdapat 128 cekungan migas yang potensial untuk dikembangkan. Sementara itu, terdapat 27 cekungan yang telah masuk tahap temuan dan lainnya masih berstatus prospektif alias belum dieksplorasi.
“Yang paling besar itu Cekungan North East Java sama yang paling kecil itu Cekungan Bawean” tuturnya.
Menurut dia, industri bakal mengambil 10% pada tahap awal pemanfaatan kapasitas gudang karbon tersebut nantinya.
Kendati demikian, dia berhara, pajak karbon yang bakal diterapkan pada 2025 mendatang dapat kompetitif untuk mendorong investasi pada fasilitas penyimpanan karbon di sejumlah cekungan domestik tersebut.
“Kalau pajak di Indonesia masih rendah kemungkinannya belum bisa berjalan dengan baik karena industri akan berhitung membayar pajak atau setor di bawah permukaan,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi meneken beleid yang mengatur khusus ihwal penyelenggaraan kegiatan penangkapan dan penyimpanan karbon atau carbon capture and storage (CCS).
Beleid itu tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon yang ditetapkan di Jakarta pada 30 Januari 2024.
Merujuk pada Bab III pasal 4 beleid tersebut, penyelenggaraan CCS pada wilayah kerja menjadi bagian dari operasi perminyakan berdasarkan kontrak kerja sama (KKS).
Adapun, KKS itu dapat berupa kontrak bagi hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi, kontrak bagi hasil gross split, atau kontrak kerja sama lainnya. Rencana penyelenggaran CCS nantinya diajukan sebagai bagian dari permohonan persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama atau perubahan (plan of development/PoD).