Bisnis.com, JAKARTA — Agenda keberlanjutan sejumlah bank jumbo terpantau tetap berjalan meskipun keanggotaan dalam aliansi iklim Net Zero Banking Alliance (NZBA) telah berakhir.
Analisis Bloomberg Intelligence memperlihatkan bahwa pendanaan ke sektor minyak dan gas oleh 17 bank yang keluar dari NZBA telah turun rata-rata 18% pada paruh pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun sejumlah bank yang hengkang dari aliansi tersebut di antaranya adalah JPMorgan, Morgan Stanley, Citigroup, dan Bank of America.
Meski demikian, kekosongan pendanaan sektor minyak dan gas tampaknya mulai diisi oleh perbankan Jepang. Sebagai contoh, Sumitomo Mitsui Financial Group (SMFG) mencatat lonjakan pembiayaan sebesar 149% ke sektor minyak dan gas pada semester I/2025, dengan jumlah transaksi yang meningkat dua kali lipat.
Mizuho Financial juga mencatatkan kenaikan volume pembiayaan sebesar 80% pada periode yang sama.
Di tengah kenaikan tersebut, Bloomberg Intelligence menyebutkan bahwa bank-bank Jepang kini memainkan peran kunci dalam pembiayaan proyek gas alam cair (LNG) di Amerika Serikat. SMFG, misalnya, menjadi bookrunner dalam akuisisi aset gas Chevron senilai US$1,5 miliar oleh TG Natural Resources di wilayah Haynesville, Texas Timur.
Sementara itu, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG) tercatat menggantikan Crédit Agricole sebagai penasehat keuangan untuk proyek Papua LNG, setelah 12 bank menyatakan menolak terlibat dalam pembiayaan proyek tersebut.
Masih mengalirnya pembiayaan ke minyak dan gas juga tecermin di sektor batu bara. Beberapa bank AS seperti Regions Financial dan PNC Financial tetap aktif mendanai proyek batu bara.
Kedua bank tersebut menjadi bookrunner untuk fasilitas kredit bergulir sebesar US$600 juta untuk Core Natural Resources, perusahaan produsen dan eksportir batu bara metalurgi dan termal berkalor tinggi.
Mengacu pada data Bloomberg Intelligence, Sumitomo Mitsui Financial menempati peringkat teratas sebagai bookrunner untuk fasilitas pembiayaan sektor batu bara, dengan nilai US$96,92 juta. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menempati peringkat kedua dengan nilai US$88,49 juta dan disusul oleh KeyBanc Capital Markets dengan nilai US$87,50 juta.
Sejumlah bank, termasuk JPMorgan, tercatat mulai menyesuaikan kebijakan iklim mereka untuk memungkinkan pembiayaan penutupan dini pembangkit batu bara. Langkah ini berpotensi meningkatkan emisi pembiayaan dalam jangka pendek.
Berdasarkan data Bloomberg LEAG, hingga pertengahan tahun ini belum ada bank Eropa yang terlibat dalam pendanaan proyek batu bara. Panduan NZBA sendiri menetapkan bahwa klien yang memperoleh lebih dari 5% pendapatannya dari pertambangan batu bara termal atau pembangkitan listrik berbasis batu bara harus dimasukkan dalam cakupan target emisi pembiayaan.
Prospek Pembiayaan Energi Terbarukan
Di tengah berlanjutnya pembiayaan ke energi fosil, studi yang dipublikasi oleh United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan bahwa investasi energi bersih diperkirakan mencapai rekor US$2,2 triliun pada 2025, melampaui bahan bakar fosil untuk tahun kedua berturut-turut.
Kapasitas energi terbarukan yang kini mencapai 4.448 gigawatt (GW), menyumbang lebih dari 90% dari penambahan kapasitas baru. Kemajuan teknologi di bidang surya, angin, dan penyimpanan energi turut mendorong pergeseran ini.
Namun, bahan bakar fosil masih mendominasi dan menyuplai lebih dari 70% pasokan energi global. Pada 2024, permintaan energi global bahkan tumbuh sebesar 2,2%.
Meskipun pertumbuhan ini dipimpin oleh energi terbarukan, bahan bakar fosil tetap menyumbang 54% dari kenaikan tersebut. Sementara itu, perbaikan efisiensi energi justru melambat, hanya tumbuh 1% atau setengah dari kecepatan dekade sebelumnya.
Dalam studi hasil kolaborasi dengan Pardee Institute dari University of Denver dan Octopus Energy itu, target energi terbarukan yang sejalan dengan kebijakan pembangunan dan investasi yang tepat dapat menghasilkan manfaat finansial yang signifikan.
Langkah tersebut berpotensi menghasilkan penghematan kumulatif sebesar US$20 triliun di sektor energi, meningkatkan PDB global hingga 21%, dan menambah pendapatan per kapita rata-rata sebesar US$6.000 pada 2060 dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa.
Skenario ambisius ini diperkirakan akan memberikan akses listrik dan bahan bakar bersih secara universal, mengentaskan 193 juta orang dari kemiskinan ekstrem dan mencegah malnutrisi bagi 142 juta orang. Skenario ini juga menambah jumlah orang dengan akses air bersih serta sanitasi sebesar 550 juta.