Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah menggencarkan proses daur ulang untuk mengatasi persoalan sampah plastik.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan Indonesia akan tetap mengambil langkah konkret, terencana, dan terukur untuk segera menghentikan polusi plastik. Hal itu sesuai dengan target Pemerintah Indonesia untuk pengelolaan sampah mencapai 100 persen sampah, termasuk plastik, pada 2029 sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam perundingan INC 5.2 Indonesia menekankan sejumlah prioritas yaitu penghapusan plastik bermasalah dan bahan kimia berbahaya, penerapan desain produk berkelanjutan yaitu yang tahan lama, dapat digunakan kembali, dan dapat didaur ulang. Selain itu, mendorong ekonomi sirkular, memperkuat pengelolaan sampah berkelanjutan dari hulu ke hilir, mencegah kebocoran plastik di seluruh siklus hidupnya, serta melakukan remediasi dan restorasi ekosistem dari pencemaran plastik.
"Menunda penghentian polusi plastik hanya akan memperburuk pencemaran, membahayakan kesehatan, dan menambah beban ekonomi. Hanya melalui persatuan, kerja sama, dan tanggung jawab bersama kita bisa mewujudkan perjanjian yang efektif dan inklusif," ujarnya dilansir Antara, Senin (18/8/2025).
Menurutnya, jika sampah plastik tak ditangani dengan komprehensif, maka akan menimbulkan permasalahan pencemaran lingkungan yang serius lantaran sulit untuk terurai secara alami. Jika pun terurai, maka menghasilkan mikro plastik yang mampu berdampak pada terjadinya pencemaran lingkungan.
"Yang pertama, kami akan ketat untuk melakukan penggunaan kembali atau mendaur ulang. Tadi malam sudah bertemu Bapak Menteri Perindustrian untuk membahas langkah kami. Plastik menjadi problematik bagi lingkungan, yaitu sekali pakai. Ini menimbulkan masalah, mengandung bahan berbahaya beracun," katanya.
Baca Juga
Kementerian Lingkungan Hidup per 1 Januari 2025 juga telah menghentikan impor scrap plastik. Lalu upaya meminimalkan penggunaan sampah plastik menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk produsen produk yang masih memanfaatkan plastik sebagai kemasan.
"Kami mengintervensi melalui extended producer responsibility (EPR, yang sifatnya masih voluntary sedang kami tingkatkan statusnya menjadi mandatori," ucapnya.
Upaya yang dilakukan untuk merealisasikan target penyelesaian masalah tata kelola sampah pada 2029 sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
"Tidak terkecuali plastik sehingga ada kontraksi rencana lebih kuat. Bapak Presiden telah meminta selesai di 2029 dan landasannya sedang kami susun," tuturnya.
Pihaknya juga mendorong kesiapan menerapkan waste to energy. Waste to energy menjadi cara terakhir dalam mengatasi permasalahan sampah sehingga dalam penerapannya membutuhkan persiapan yang matang.
"Yang sudah selesai saat ini adalah peraturan presiden soal waste to energy, yaitu membangun sampah menjadi energi terkhusus di kabupaten kota yang memiliki timbulan sampah harian 1.000 ton per hari. Artinya banyak risiko, seperti pendanaan yang cukup besar. Sehingga, saran saya itu menjadi langkah terakhir ketika sampah meledak, seperti di Bantar Gebang," terangnya.
Adapun Indonesia tengah melaksanakan transformasi besar dalam pengelolaan sampah. Saat ini, telah tersedia 250 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST), 42.033 Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R), serta fasilitas modern seperti biodigester, Refuse-Derived Fuel (RDF), dan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 33 kota besar. Selain itu, sebanyak 343 TPA terbuka tengah dikonversi menjadi sanitary landfill.
Inisiatif ini diperkirakan membutuhkan investasi Rp300 triliun dan terbuka bagi partisipasi swasta melalui pendekatan pentahelix. Kolaborasi pentahelix adalah sinergi lima unsur yakni pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media untuk menjaga lingkungan dan keanekaragaman hayati.
Dengan dukungan regulasi yang kuat, ilmu pengetahuan, investasi berkelanjutan, partisipasi publik, serta peran media, solusi pengelolaan sampah berkelanjutan akan
lebih efektif dan berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan yang lebih hijau.
"Menunda penghentian polusi plastik hanya akan memperburuk pencemaran, membahayakan kesehatan, dan menambah beban ekonomi. Hanya melalui persatuan, kerja sama, dan tanggung jawab bersama kita bisa mewujudkan perjanjian yang efektif dan inklusif," ujar Hanif.
Berdasarkan data dalam Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah timbulan sampah di Indonesia pada 2024 mencapai 46,63 juta ton dan 10,8 juta ton di antaranya adalah sampah plastik. Timbulan sampah plastik di Indonesia meningkat dari 11% pada 2010 menjadi 19,71% pada 2024. Dari jumlah itu, baru 39% sampah plastik yang mampu diolah dengan baik, sisanya ditimbun di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang masih menerapkan sistem pembuangan terbuka (open dumping), dibakar secara terbuka, dan terbuang di ruang terbuka darat dan perairan. Jika tidak ada upaya luar biasa untuk membatasinya, maka diperkirakan pada 2050 jumlah sampah plastik akan mencapai 50% dari seluruh sampah di Indonesia.
Adapun sampah plastik dominan berupa kemasan-kemasan kecil, kemasan wadah, kantong belanja, hingga sedotan. Produksinya menyumbang sekitar 40% tetapi jumlah yang didaur ulang justru hanya kurang dari 10%. Hal ini menjadi tanggung jawab para produsen plastik untuk memilih kembali kebijakan pengemasan yang dapat didaur ulang.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menargetkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) rampung pekan depan untuk mengatasi permasalahan sampah yang menggunung. Sampah yang menggunung dapat dikelola untuk menjadi listrik selambat-lambatnya pada 2 tahun ke depan setelah puluhan tahun tidak tuntas.
Pada dasarnya, Zulhas mendapatkan mandat bersama CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Rosan P. Roeslani untuk menyelesaikan persoalan sampah. Pasalnya, masalah sampah sudah puluhan tahun tidak terselesaikan. Bahkan tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) telah menggunung bagaikan gedung-gedung tinggi di Jakarta.
Dia berharap setelah perpres tuntas dalam waktu 6 bulan pemerintah bisa menyelesaikan administrasi PLTSa dan menyelesaikan pembangunan pembangkitnya dalam 1 tahun 6 bulan.
"Aturan terkait ketentuan pengolahan sampah tersebut pun segera rilis. Zulhas menyampaikan bahwa Rosan meminta waktu satu minggu untuk merampungkan aturan-aturannya. Mudah-mudahan minggu depan jadi perpresnya, kita akan kerjakan pengelolaan sampah yang menggunung itu, waste to energy," katanya.
Menurutnya, bisnis pengolahan sampah menjadi energi listrik di Indonesia cukup diminati oleh negara-negara investor seperti Singapura, Jepang, China hingga Eropa. Dia menilai bisnis pengolahan sampah ini memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu, diperlukan aturan yang memudahkan investor untuk menanamkan modalnya baik secara pendanaan ataupun teknologi.
"Sekarang ngantri, banyak yang mau. Tapi karena ruwet enggak ada yang berani, enggak sanggup mengurusnya," ucapnya.
Rencananya, Danantara akan dilibatkan dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Danantara akan diberi tugas untuk menarik investor dan perusahaan yang berminat mengelola sampah melalui teknologi. Hal ini karena bisnis pengolahan sampah menjadi energi karena dianggap cukup menguntungkan baik dari pendanaan maupun teknologi.