Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan surat utang keberlanjutan (sustainable debt) di kawasan Asia Pasifik tumbuh 4% secara tahunan sepanjang Januari–Juli 2025. Pertumbuhan ditopang China yang hadir sebagai pemasok terbesar.
Berdasarkan data Bloomberg Intelligence, nilai penerbitan utang keberlanjutan di kawasan ini mencapai US$258,9 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$248,4 miliar. Pertumbuhan ini memperlihatkan laju yang memecahkan rekor, dengan rata-rata penerbitan mencapai US$41 miliar per bulan sejak Maret.
“Penerbitan surat utang keberlanjutan didukung oleh kebijakan, prioritas pada infrastruktur, terutama sektor infrastruktur publik untuk transisi ke energi terbarukan,” tulis Bloomberg Intelligence ESG Senior Strategist Chris Ratti dalam laporannya, dikutip Kamis (14/8/2025).
Berdasarkan jenisnya, obligasi hijau (green bond) mendominasi penerbitan dengan nilai mencapai US$116,8 miliar, naik 35% secara tahunan. Obligasi hijau berkontribusi 45% dari total penerbitan surat utang keberlanjutan selama Januari–Juli 2025. Pinjaman (loans) menyusul dengan nilai penerbitan US$64 miliar, turun 17% secara tahunan.
Penerbitan obligasi keberlanjutan (sustainability bonds) tumbuh 37% secara tahunan menjadi US$32,1 miliar, didukung oleh aktivitas sektor publik. Sementara itu, obligasi sosial dan transisi terkoreksi 60%
“Pinjaman terkait keberlanjutan [sustainability-linked loans] tetap menjadi ceruk pasar di APAC, meskipun penerbitannya naik 5% tahun-ke-tahun menjadi $5,9 miliar,” tulis riset Bloomberg Intelligence.
Baca Juga
China menempati tempat teratas sebagai penerbit surat utang keberlanjutan terbesar sepanjang Januari–Juli 2025, dengan nilai US$98,6 miliar atau naik 72% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Kenaikan ini mencerminkan arah kebijakan Beijing, misalnya melalui fasilitas pinjaman Bank Sentral China untuk pengurangan karbon, pembaruan kerangka obligasi hijau dan target dekarbonisasi sektoral yang memberikan insentif bagi penerbitan oleh institusi keuangan,” tulis riset Bloomberg Intelligence.
Sementara itu, penerbitan dari Korea Selatan dan Jepang masing-masing turun menjadi US$31,8 miliar dan US$30,6 miliar. Penerbitan dari Australia naik 11% menjadi US$24 miliar dan Taiwan naik 39% menjadi US$14,6 miliar. Adapun penerbitan dari Singapura stagnan di angka US$13,6 miliar.