Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah didesak memberikan sanksi lingkungan terhadap 4 izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang dicabut di kawasan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Untuk diketahui, keempat IUP tersebut yakni PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham. Sementara itu, kontrak karya PT Gag Nikel tak dicabut.
PT Gag Nikel melakukan aktivitas penambangan di Pulau Gag dengan luas 6.030,53 hektare, PT Anugerah Surya Pratama memiliki luas bukaan tambang sekitar 109 hektare di pulau Manuran yang luasnya hanya 743 hektare, PT Kawei Sejahtera Mining telah membuka lahan seluas 89,29 hektare di pulau Kawe yang hanya luasnya 4.561 hektare yang termasuk kawasan hutan, PT Mulia Raymond Perkasa membuka 2 kawasan tambang di Pulau Manyaifun seluas 21 hektare dan di Pulau Batang Pele seluas 2.000 hektare, dan PT Nurham membuka lahan 3.000 hektare di Pulau Yesner Waigeo Timur.
Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua Maikel Primus Peuki mengatakan keempat IUP yang telah dicabut diharapkan dalam mengembalikan lingkungan kawasan tambang yang telah dibuka. Pasalnya, terdapat kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan 4 IUP tersebut.
Pihaknya telah melakukan investigasi langsung ke lokasi dan menemukan indikasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Dalam temuan tersebut terdapat, 300 hingga 400 hektare lahan yang mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang di wilayah konsesi di beberapa pulau di kawasan Raja Ampat.
"Kami minta meski telah dicabut, 4 IUP harus mengembalikan lingkungan seperti sediakala dan juga diberi sanksi pelanggaran lingkungan," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/6/2025).
Baca Juga
Dia mendesak agar pemerintah juga mencabut izin kontrak karya Gag Nikel karena berkontribusi dampak buruk terhadap lingkungan hidup, biota laut, dan masyarakat setempat. Selain merusak lingkungan hidup, Gag Nikel juga melanggar Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (UU PWP3K) dan Undang-undang nomor 32 tahun 2014 tentang kelautan. Beleid tersebut mengatur tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan termasuk konservasi, pemanfaatan, dan perlindungan sumber daya hayati dan nonhayati di wilayah tersebut.
"Kami khawatir aktivitas Gag Nikel semakin masif dalam pembongkaran gunung, penggalian lubang-lubang tambang di pulau Gag ini akan terancam tenggelam. Masyarakat pemilik hak ulayat akan mengungsi ke tanah besar, terutama anak cucu generasi selanjutnya akan kehilangan identitas, kehilangan kampung halaman, budaya lokal dan keindahan kekayaan alam," katanya.
Dia mengungkapkan saat ini warga Pulau Gag takut berenang di laut sekitar pulau lantaran takut terkena penyakit kulit. Selain itu, lokasi itu kini telah dibangun dermaga bongkar muat material nikel dan ikan-ikan tak lagi terlihat.
"Selain kerusakan dasar laut, pada saat angin kencang dari selatan mulai bulan Juni hingga September, debu material nikel beterbangan ke arah permukiman penduduk. Hujan debu menyebabkan warga dengan mudah terserang batuk," ucapnya.
Maikel menyoroti PT Weda Bay Nickel (WBN) yang melakukan penambangan skala besar yang menyebabkan kerusakan ekologis dan penderitaan masyarakat lokal di Halmahera Tengah Maluku Utara
Adapun dampak yang terjadi dari pertambangan nikel di Halmahera yakni 47% warga terdekteksi memiliki kadar merkuri dalam darah. Racun ini berdasarkan limbah industri yang mencemari lingkungan. Lalu, 32% warga memiliki arsenik melebihi batas aman. Logam berat beracun ini dapat menyebabkan kerusakan organ dan kanker.
"Ikan konsumsi harian masyarakat mengandung logam berat, padahal laut adalah sumber pangan utama mereka," tuturnya.
Selain itu, perairan tradisional dijadikan tempat pembuangan limbah. Nelayan kehilangan mata pencaharian. Deforestasi meningkat dan ekosistem rusak, serta konflik lahan dan sosial tidak terhindarkan.
Maikel berharap pemerintah pusat dapat lebih transparan dan bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya alam di Papua. Pemerintah harus melindungi lingkungan dan masyarakat adat yang menggantungkan hidup dari ekosistem lokal.
Manajer Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian Walhi Uli Artha Siagian meminta pemerintah mencabut izin kontrak karya Gag Nikel di Pulau Gag. Pasalnya, pertambangan nikel akan mengancam keselamatan pulau Raja Ampat yang 90% merupakan wilayah konservasi.
Pertambangan nikel di kabupaten Raja Ampat memiliki multiplier effect yakni dari penebangan hutan akan berdampak pada kerusakan karang dan pelepasan emisi dalam skala yang besar sehingga memperparah krisis iklim. Pada 2023, terdapat 300 hektare hinggga 400 hektare kerusakan wilayah di Raja Ampat. Artinya, sudah sangat besar emisi yang dilepaskan dari pembongkaran hutan dan pengerukan tanah untuk diambil nikelnya.
Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia Kiki Taufik meminta pemerintah untuk juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin tambang. Pasalnya, izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di wilayah lain di Indonesia timur telah menimbulkan kehancuran ekologis dan menyengsarakan hidup masyarakat adat dan lokal.
Pemerintah harus melindungi penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat. Terlebih, terdapat preseden bahwa izin-izin yang sudah pernah dicabut lantas diterbitkan kembali termasuk di Raja Ampat karena adanya gugatan dari perusahaan.
"Kami terus mengawasi langkah pemerintah dalam merestorasi wilayah-wilayah yang sudah dirusak oleh pertambangan agar dikembalikan ke fungsi ekologisnya," ujar Kiki.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mendesak pemerintah mencabut seluruh izin pertambangan di kawasan Raja Ampat tanpa terkecuali.
"Pencabutan ini keputusan yang tepat dari pemerintah walaupun hanya empat IUP, walaupun terkesan tidak adil karena masih ada satu yang beroperasi. Namun dari aspek lingkungan hidup Raja Ampat sudah cukup bagus, tetapi sebenarnya paling bagus cabut stop semua demi Raja Ampat yang natural," katanya.
Pemerintah diminta untuk membenahi aspek penetapan wilayah tambang harus sesuai dengan tata ruang nasional. Selain itu, penetapan wilayah tambang juga harus selaras dengan UU tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Kecil, UU Lingkungan Hidup, Putusan MK, dan UU lainnya.
"Pemerintah harus konsisten dengan menempatkan aspek perlindungan lingkungan hidup dan ekologis menjadi dasar utama dalam pengelolaan usaha pertambangan," ucap Bisman.
SANKSI PELANGGARAN LINGKUNGAN
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menuturkan pihaknya tengah mendalami aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil, khususnya di Raja Ampat. Hal itu dilakukan dengan proses diskusi dan konsultasi intensif dengan dengan para ahli lingkungan dan hukum.
"Langkah ini diambil untuk memastikan setiap keputusan yang diambil ke depan berpijak pada pertimbangan yang menyeluruh, obyektif, dan tepat sasaran. Selain itu, agar sesuai dengan prinsip perlindungan lingkungan dan ketentuan hukum yang berlaku," tuturnya.
KLH tetap berpegang teguh pada prinsip bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemanfaatan pulau kecil harus diarahkan untuk kepentingan pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 juga memperkuat posisi hukum terhadap pelarangan aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil, menegaskan pentingnya prinsip kehati-hatian dan keadilan antargenerasi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Langkah-langkah pengawasan dan evaluasi yang telah dilakukan oleh KLH bertujuan untuk memastikan seluruh kegiatan usaha berjalan sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang bersifat permanen.
"Perlindungan lingkungan hanya dapat dicapai secara berkelanjutan melalui kerja sama lintas sektor, dialog yang terbuka, dan komitmen terhadap kepatuhan hukum," ucap Hanif.
Pihaknya tak menampik adanya unsur pidana di balik operasi empat perusahaan tambang yang izinnya telah dicabut. Pemerintah berencana melakukan penanganan melalui tiga pendekatan utama, yaitu jalur administratif, penyelesaian sengketa lingkungan, dan kemungkinan gugatan pidana. Pasalnya, terdapat pelanggaran prosedural dalam kegiatan pertambangan di empat lokasi tersebut.
“Memang ada potensi ke sana karena ada beberapa kegiatan yang dilakukan di luar norma, ini ada potensi pidana terkait kegiatan pertambangan yang telah dilakukan," tuturnya.
Meskipun izin telah dicabut, tanggung jawab lingkungan tetap melekat pada keempat perusahaan dimana diwajibkan untuk melakukan pemulihan terhadap wilayah bekas tambang yang telah dieksploitasi. Pemerintah menegaskan pencabutan izin tidak berarti perusahaan bisa lepas tangan begitu saja.
"Intinya kegiatan yang telah dilakukan wajib melakukan pemulihan di sana, tidak berarti dicabut kemudian selesai, pemulihannya akan dilakukan pemantauan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian ESDM," ujarnya.
Adapun KLH telah melakukan pengawasan perusahaan tambang di Raja Ampat. Dari hasil pengawasan tersebut, Anugerah Surya Pratama (ASP) memiliki IUP seluas 1.173 hektare di pulau Manuran dan 9.500 hektare yang berada di pulau Waigeo, ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan sedimentasi tinggi atau kekeruhan di pantai terindikasi adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Lokasi IUP yang berada di pulau Waigeo sebagian berada di cagar alam Waigeo Timur berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 3689/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014.
"Lalu ada indikasi bukaan di luar IUP. Perusahaan tak punya manajemen lingkungan dan kurang hati-hati sehingga kondisi pencemaran di lokasi tambang ASP sangat tinggi. Pulau Waigeo juga merupakan Kawasan suaka alam (KSA)," katanya.
PT Kawei Sejahtera Mining (KWM) memiliki IUP seluas 5.922 hektare di pulau Kawe yang merupakan kawasan hutan produksi. KSM terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe. Aktivitas tersebut telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai. Di wilayah KSM ditemukan dugaan terjadinya sedimentasi pada akar mangrove yang diduga berasal dari areal stockpile, jetty dan sedimentasi di area outfall sediment pond Salasih dan Yehbi.
Kemudian, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) melakukan kegiatan eksplorasi di Pulau Manyaifun seluas 21 hektare dan pulau Batang Pele seluas 2.031,25 hektare dimana kedua pulau tersebut masuk dalam kategori pulau kecil. Hasil pengawasan terhadap kegiatan eksplorasi MRP ditemukan kegiatan eksplorasi di kawasan hutan sebanyak 10 titik mesin bor tanpa PPKH dan tidak ada dokumen persetujuan lingkungan.
"Untuk PT Nurham kami tidak mendapatkan laporan," katanya.
Sementara itu, PT Gag Nikel, satu-satunya perusahaan tambang di Raja Ampat yang izinnya tetap dipertahankan, akan menghadapi pengawasan lingkungan yang lebih ketat dengan audit lingkungan tambahan akan segera dilakukan.
Gag Nikel telah memiliki persetujuan teknis Baku Mutu Air Limbah (BMAL) untuk pengelolaan air larian, namun belum melakukan pembuangan ke lingkungan karena belum memiliki sertifikat laik operasi (SLO). Seluruh air limpasan dikelola menggunakan sistem drainase di sepanjang jalan tambang, sump pit, dan kolam pengendapan dengan kapasitas yang besar sehingga cukup untuk menampung seluruh air larian dari area kegiatan.
"Memang pelaksanaan tambang nikel di Gag ini relatif memenuhi kaidah tentang lingkungan. Tingkat pencemaran yang nampak oleh mata hampir tidak terlalu serius, artinya kalo ada gejala ketidaktaatannya lebih ke minor-minor saja, tidak melakukan pemantauan terhadap keanekaragaman plankton pada air sungai. Ini pandangan mata, perlu kajian mendalam," ucapnya.
Selama hampir 4 tahun terakhir, PT Gag Nikel menunjukkan tingkat kepatuhan lingkungan yang cukup tinggi berdasarkan evaluasi Kementerian Lingkungan Hidup. Hal itu mempertegas komitmen pemerintah dalam menjaga kawasan konservasi strategis seperti Raja Ampat dari eksploitasi yang tidak bertanggung jawab, sekaligus memastikan akuntabilitas hukum bagi para pelaku industri ekstraktif.
"Selama hampir 4 tahun nilai propernya biru dan hijau, relatif tinggi ketaatannya. Sudah dinilai dalam 4 tahun. Hasil pengawasan lapangan juga bagus. Kami akan menugaskan audit lingkungan untuk menambah safeguard dengan volume penambangan di Gag. Dan saya akan langsung ke sana untuk yakinkan safeguard lingkungan terjaga dengan sangat baik," tuturnya.