Bisnis.com, JAKARTA — Laporan terbaru Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA) mengungkap bahwa pertumbuhan pusat data (data center) untuk mendukung pemakaian kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bakal mendorong lonjakan permintaan pembangkit listrik berbahan bakar gas dan batu bara.
IEA mengestimasi permintaan energi untuk pusat data akan naik dua kali lipat pada 2030. Meski pasokan energi terbarukan terus meningkat, terutama di Eropa, pertumbuhan kapasitas dari energi angin maupun surya tidak akan mengimbangi kebutuhan energi pusat data yang meningkat. IEA menekankan bahwa pembangkit baseload seperti gas akan lebih cocok dengan pola konsumsi energi pusat data.
Beberapa pusat data yang sedang direncanakan disebut-sebut akan mengkonsumsi energi setara dengan kebutuhan listrik 5 juta rumah tangga. Hal ini membawa konsekuensi besar terhadap emisi gas rumah kaca global.
Meskipun lonjakan permintaan listrik dari pusat data diperkirakan akan meningkatkan emisi, laporan IEA menyatakan bahwa peningkatan ini relatif kecil dalam konteks keseluruhan sektor energi dan berpotensi diimbangi oleh pengurangan emisi yang dimungkinkan oleh penggunaan AI.
Selain itu, seiring makin besarnya pemakaian AI dalam riset, laporan IEA juga menyoroti bahwa teknologi ini dapat mempercepat inovasi dalam teknologi energi seperti baterai dan panel surya (solar PV).
“Di Amerika Serikat yang merupakan pasar pusat data terbesar dunia, sekitar 40% kebutuhan energi data center disuplai oleh gas, dan diperkirakan akan tetap menjadi sumber utama ekspansi kapasitas hingga 2030,” lapor IEA.
Baca Juga
Seiring dengan prospek permintaan batu bara dan gas ini, Presiden Donald Trump pada awal pekan telah menandatangani serangkaian regulasi yang bertujuan memperluas kegiatan pertambangan dan pemanfaatan batu bara di AS. Keputusan ini merupakan bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk menggenjot industri bahan bakar fosil dan menopang ledakan kebutuhan pusat data.
Sementara itu, IEA menyebutkan bahwa batu bara telah mendominasi bauran energi untuk mendukung pusat data. China sendiri merupakan pasar pusat data terbesar kedua di dunia.
Namun, IEA menambahkan bahwa masih ada ketidakpastian besar terkait proyeksi kebutuhan listrik untuk pusat data hingga 2035. Kisaran estimasi permintaan berkisar antara 700 hingga 1.700 terawatt-jam. Hal ini mencerminkan potensi variasi besar dalam kebutuhan energi, termasuk untuk gas dan nuklir.