Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang Pastikan Tetap Dukung Indonesia di JETP setelah AS Mundur

Bersama dengan Jerman, Jepang akan memimpin inisiatif pembiayaan transisi energi JETP untuk mendukung peralihan dari energi fosil di Indonesia
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Teknisi melakukan pemeriksaan panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (9/7/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Jepang memastikan bahwa negaranya akan tetap mendukung transisi energi Indonesia setelah Amerika Serikat (AS) resmi mengundurkan diri dari komitmen pembiayaan iklim Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan atau Just Energy Transition Partnership (JETP).

JETP di Indonesia merupakan inisiatif yang diluncurkan pada 16 November 2022 di sela-sela KTT G20 Bali dan melibatkan International Partners Group (IPG). IPG mulanya terdiri dari pemerintah Jepang dan Amerika Serikat selaku pemimpin kemitraan ini, kemudian Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Prancis, Norwegia, Italia, dan Inggris.

JETP mencakup komitmen awal sebesar US$20 miliar. Skema pendanaan terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinasi oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ). Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered menjadi deretan peserta dalam aliansi perbankan tersebut.

"AS telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai pemimpin bersama JETP dengan Indonesia," kata Menteri Keuangan Jepang Katsunobu Kato kepada wartawan, Jumat (7/3/2025), dikutip dari Bloomberg.

"Jepang akan terus mendukung upaya Indonesia menuju dekarbonisasi dan transisi energi, sambil menjalankan peran bersama Jerman, yang kini mengambil alih kepemimpinan bersama," sambungnya.

Negara-negara penghasil emisi besar seperti Amerika Serikat memiliki kewajiban untuk mendukung negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim. Direktur Regional Asia di 350.org, sebuah organisasi nirlaba yang berfokus pada percepatan pengembangan energi terbarukan, Norly Mercado mengatakan mundurnya AS dari JETP menciptakan preseden yang berbahaya.

"Hal ini tidak boleh dijadikan alasan bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Vietnam untuk menunda komitmen mereka dalam menghentikan penggunaan batu bara serta mempercepat peralihan ke sumber energi terbarukan yang lebih bersih," ujar Mercado.

Sementara itu, Utusan Iklim Inggris Rachel Kyte mengatakan bahwa negara-negara lain dalam JETP tetap berkomitmen untuk mempercepat dekarbonisasi di beberapa negara dengan ketergantungan tinggi pada bahan bakar fosil.

Di sisi lain, negara-negara yang tergabung dalam IPG tengah menilai dampak finansial akibat keputusan Presiden AS Donald Trump untuk membatalkan miliaran dolar dana yang sebelumnya dijanjikan untuk inisiatif iklim. JETP sendiri turut mencakup kesepakatan senilai US$15,5 miliar untuk Vietnam dan paket US$9,3 miliar bagi Afrika Selatan.

Pemerintah Jerman bulan lalu sempat memberi konfirmasi soal pengambilalihan posisi AS sebagai pemimpin JETP. Kementerian Federal untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman (BMZ) dalam pernyataan memberi konfirmasi mengenai pengambilalihan tanggung jawab tersebut. Bersama dengan Jepang, Jerman akan membantu mobilisasi dana senilai US$20 miliar untuk mendukung transisi energi di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper