Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peta Jalan Kendaraan Hidrogen Tersandung Regulasi dan Insentif

Harga masih menjadi alasan tersendiri dalam peredaran kendaraan hidrogen di Tanah Air.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) meresmikan stasiun pengisian bahan bakar mobil hidrogen di Karawang, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025) - Bisnis/Rizqi Rajendra.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) meresmikan stasiun pengisian bahan bakar mobil hidrogen di Karawang, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025) - Bisnis/Rizqi Rajendra.

Bisnis.com, JAKARTA — Peta jalan transportasi berbasis hidrogen masih membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam karena terkendala regulasi dan insentif.

Untuk diketahui, Pemerintah menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui implementasi peningkatan target pengurangan emisi karbon secara total (Enhanced-Nationally Determined Contribution/E-NDC) dari 29% atau 835 juta ton karbondioksida menjadi 32% atau 912 juta ton CO2 pada 2030.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) masih menjadi penyangga tertinggi untuk pemberian insentif yang kini belum dibahas lebih lanjut.

“Jadi, dasarnya itu yang membuat kita mandek karena regulasi tidak ada,” ujarnya, dilansir Antara, Minggu (16/2/2025). 

Menurutnya, dalam RUU EBET terdapat salah satu pasal yang menekankan para pelaku atau badan usaha yang melakukan mitigasi iklim ataupun memiliki kegiatan penurunan emisi bakal mendapatkan insentif via emisi karbon.

“Tidak ada untuk mengalihkan, misalnya mengalihkan insentif dari fosil ke yang renewable. Nah, nanti kalau sudah ada cantolan dasar hukumnya baru kita upayakan bagaimana modelnya,” katanya. 

Dia mengatakan tidak hanya terkendala mengenai regulasi dan juga insentif yang menjadi hambatan eksistensi kendaraan berbasis hidrogen tetapi juga harga masih menjadi alasan tersendiri dalam peredaran kendaraan hidrogen di Tanah Air.

Menurutnya, eksistensi untuk kendaraan berbasis hidrogen memiliki kemiripan dengan kendaraan listrik (Battery Electric Vehicle/BEV) .

“Mobil listrik 5 tahun yang lalu belum terlalu ada, tapi sekarang sudah banyak kan. Dan banyak industri juga yang mulai produksi di sini. Nah, kita akan melihat seperti itu juga, mau bicara hidrogen, mau bicara etanol, pasti market yang menentukan,” ucapnya. 

Dia menilai Jepang yang saat ini sudah mulai memasarkan kendaraan berbasis hidrogen menjual kendaraan tersebut dengan harga yang cukup terjangkau, yakni 1,7 juta Yen atau setara dengan Rp180.908.900.

Oleh karena itu, jika Indonesia masuk ke dalam fase kendaraan hidrogen dan banyak produsen otomotif yang memproduksi kendaraan tersebut secara lokal, maka harga kendaraan tersebut menjadi lebih terjangkau.

Untuk saat ini, Indonesia telah memiliki dua lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bahar Hidrogen (SPBH) yang berada di Senayan, Jakarta Selatan dan juga Karawang, Jawa Barat. Dengan hadirnya dua SPBH ini menjadi stimulus berkembangnya kendaraan jenis hidrogen di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper