Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jerman dan Jepang Ambil Alih Posisi Amerika Serikat di JETP

Jerman bakal mengambil alih posisi yang ditinggalkan Amerika Serikat dalam program pembiayaan transisi energi JETP senilai US$20 miliar di Indonesia
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (18/8/2024)/Bisnis-Paulus Tandi Bone
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (18/8/2024)/Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Jerman bakal mengambil alih posisi kepemimpinan Amerika Serikat dalam program pembiayaan Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transition Partnership/JETP) menyusul keputusan Presiden Donald Trump untuk menarik diri dari inisiasi pembiayaan iklim global.

Kementerian Federal untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman (BMZ) dalam pernyataan memberi konfirmasi mengenai pengambilalihan tanggung jawab tersebut. Bersama dengan Jepang, Jerman akan membantu mobilisasi dana senilai US$20 miliar untuk mendukung transisi energi di Indonesia.

Sumber Bloomberg menyebutkan bahwa para mitra akan bertemu pada bulan ini atau Maret 2025 untuk meninjau prospek JETP secara keseluruhan, termasuk untuk membahas nasib pembiayaan sebesar US$15,5 miliar untuk Vietnam dan US$9,3 miliar untuk Afrika Selatan.

"Dampaknya masih dapat dikelola, selama negara-negara lain tetap berkomitmen," ujar Putra Adhiguna, Managing Director di Energy Shift Institute, sebuah lembaga kajian yang berfokus pada Asia.

Mundurnya AS dari peran kepemimpinan dalam transisi energi makin jelas setelah Presiden Donald Trump bulan lalu menghentikan sebagian bantuan keuangan untuk negara berkembang. Amerika Serikat juga telah memulai proses keluar dari Perjanjian Paris untuk kedua kalinya. Langkah ini mengindikasikan niat negara itu untuk melepas perannya dalam pengurangan emisi global.

Keputusan AS untuk menarik diri dari diplomasi iklim dan pendanaan transisi energi menimbulkan tantangan baru bagi proyek JETP. Program ini awalnya dipandang sebagai terobosan besar sejak pertama kali digagas pada 2021, karena dianggap dapat menjawab tantangan utama yakni bagaimana memfasilitasi pendanaan publik dan swasta untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil di negara berkembang.

Namun, sejauh ini, JETP belum mencapai banyak target utamanya akibat lambannya pencairan dana dan perubahan kepemimpinan politik di Indonesia dan Vietnam. Penutupan pembangkit listrik batu bara juga menghadapi kompleksitas karena sisa masa operasi yang mencapai puluhan tahun.

Selain itu, JETP hanya mencakup sebagian kecil dari total pendanaan yang dibutuhkan. Investasi transisi energi global mencapai lebih dari US$2 triliun tahun lalu, tetapi jumlah ini baru mencakup 37% dari yang diperlukan untuk mencapai target net-zero emissions pada 2050, menurut laporan BloombergNEF pada 30 Januari.

Di tengah ketidakpastian ini, pemilu yang akan datang di Kanada, Jerman, dan Prancis berpotensi menambah hambatan lebih lanjut bagi kesepakatan JETP.

"Uni Eropa tetap berkomitmen, meskipun salah satu mitra utama JETP—AS—tidak lagi bersama kami," ujar Diana Acconcia, Direktur Hubungan Internasional dan Keuangan Iklim di Komisi Eropa di Jakarta, Rabu (5/2/2025).

Sementara itu, Kementerian Keuangan Jepang memastikan bahwa Jepang akan terus mendukung transisi energi Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper