Bisnis.com, JAKARTA — Peristiwa cuaca ekstrem seperti hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, perubahan besar pada sistem bumi, dan kekurangan sumber daya alam disebut menempati peringkat teratas untuk risiko 10 tahun ke depan.
Managing Director World Economic Forum Mirek Dusek mengatakan polusi juga menjadi salah satu risiko lingkungan terbesar baik dalam jangka pendek maupun panjang. Polusi semakin disadarinya memiliki dampak serius polutan terhadap kesehatan dan ekosistem, baik di udara, air, maupun daratan.
Secara keseluruhan, peristiwa cuaca ekstrem muncul sebagai risiko utama dalam jangka pendek, menengah, hingga panjang. Risiko teknologi seperti misinformasi, disinformasi, dan dampak negatif kecerdasan buatan (AI) juga menjadi ancaman utama dalam jangka panjang.
“Meningkatnya ketegangan geopolitik, retaknya kepercayaan global, dan krisis iklim membawa dampak besar yang belum pernah ada sebelumnya,” ujarnya dalam laporan Survei World Economic Forum, Jumat (17/1/2025).
Menurutnya, dalam dunia yang penuh dengan kesenjangan dan risiko yang semakin meningkat, para pemimpin dunia perlu memilih untuk memperkuat kerja sama dan ketahanan atau menghadapi ketidakstabilan yang akan datang sehingga semakin tinggi hal yang dipertaruhkan.
Merujuk dalam Laporan Risiko Global, yang melibatkan lebih dari 900 pakar risiko, pembuat kebijakan, dan pemimpin industri global, memprediksi kondisi yang cukup suram untuk 10 tahun ke depan. Para responden yang disurvei pada September dan Oktober 2024, cenderung lebih pesimis terhadap jangka panjang dibandingkan jangka pendek.
Baca Juga
Hampir dua pertiga responden memperkirakan dunia akan bergejolak hingga 2035 dipicu oleh tantangan lingkungan, teknologi, dan sosial yang semakin kompleks. Lebih dari separuh responden memprediksi ketidakstabilan dalam 2 tahun ke depan mencerminkan keretakan kerja sama internasional yang meluas.
Dalam jangka panjang, tekanan terhadap mekanisme kolaborasi global diperkirakan meningkat. Risiko sosial seperti ketidaksetaraan dan polarisasi masyarakat menjadi perhatian utama baik untuk jangka pendek maupun panjang.
Selain itu, aktivitas ekonomi ilegal, beban utang yang semakin besar, dan dominasi sumber daya strategis menyoroti kerentanan yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi global.
Masalah-masalah ini berisiko memperburuk ketidakstabilan dalam negeri dan melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, yang pada akhirnya menyulitkan upaya untuk mengatasi tantangan global.
“Semua 33 risiko yang diidentifikasi menunjukkan peningkatan tingkat keparahan dalam jangka panjang, mencerminkan kekhawatiran responden bahwa frekuensi dan intensitas risiko ini akan semakin memburuk di dekade mendatang,” kata Dusek.
Head of the Global Risks Initiative World Economic Forum Mark Elsner menuturkan dari konflik hingga krisis iklim menghadapi tantangan yang saling terkait yang membutuhkan kerja sama kolektif.
“Upaya baru untuk membangun kembali kepercayaan dan mendorong kerja sama sangat dibutuhkan. Konsekuensi dari tidak adanya tindakan dapat dirasakan oleh generasi mendatang,” ucapnya.
Dengan semakin tajamnya perpecahan dan perubahan dalam lanskap geopolitik dan ekonomi, kebutuhan akan kerja sama global yang efektif menjadi lebih mendesak. Selain itu, 64% pakar memprediksi tatanan global akan semakin terpecah, dengan meningkatnya persaingan antar kekuatan besar dan menengah sehingga multilateralisme menghadapi tantangan berat.
Namun, fokus pada kepentingan domestik atau dalam negeri saja bukanlah solusi terbaik. Dalam 10 tahun ke depan, para pemimpin dunia memiliki momen penting untuk mengelola risiko yang saling terkait dan mengatasi kelemahan dalam sistem pemerintahan yang ada.
“Untuk mencegah ketidakstabilan yang lebih besar dan membangun masa depan yang berkelanjutan, negara-negara perlu memprioritaskan dialog, memperkuat hubungan internasional, dan menciptakan kondisi untuk kolaborasi baru,” tuturnya.