Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup akan memberikan sanksi tegas bagi pengelola yang masih melakukan pengelolaan tempat pemrosesan akhir (TPA) secara melakukan open dumping atau pembuangan terbuka mulai Februari 2025.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan masih terdapat 306 TPA di seluruh Indonesia yang masih melakukan open dumping. Pemerintah akan memberikan sanksi administratif kepada para pengelola tersebut mulai bulan depan.
“Ada 306 dari tempat pengelolaan sampah di seluruh Indonesia harus kita hentikan. Ini dimintakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, hampir 13 tahun yang lalu dan kita lalaikan itu. Hari ini kita tegakkan, jadi kita stop semua hentikan, kita akan berikan paksaan pemerintah,” ujarnya dilansir Antara, Senin (13/1/2025).
Adapun paksaan pemerintah itu sesuai dengan tugas dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) untuk melakukan kontrol terhadap lingkungan, mendukung penyelenggaraan pengelolaan sampah di tingkat pemerintah daerah dapat berjalan dengan semestinya untuk lingkungan hidup yang sehat.
Di samping itu, beleid yang mengatur mengenai larangan menggunakan sistem open dumping dalam proses pengelolaan sampah dimuat dalam Pasal 44 dan 45 Undang-undang No. 18 Tahun 2008.
Hanif mengingatkan bahwa upaya pengelolaan sampah sendiri harus dimulai tidak hanya dari pemerintah tetapi juga dari mengubah kebiasaan dan pola pikir masyarakat. Dengan kombinasi tersebut, maka dapat diwujudkan upaya pengurangan dan pengelolaan sampah yang diharapkan itu.
Baca Juga
“Mulai dari membangun di masyarakat sampai di hilirnya. Itu semua sudah ada, tinggal kita serius tidak melaksanakannya. Itu bukan yang mustahil,” katanya.
Selain itu, terdapat beberapa potensi penyidikan akan dilakukan terhadap pengelolaan TPA di beberapa kabupaten/kota dan dapat berujung kepada penetapan tersangka oleh Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum) KLH. Hal itu terkait dengan keberadaan TPA open dumping yang memiliki dampak terhadap lingkungan, termasuk menjadi sumber pencemar.
“Kita sebagai aparat pemerintah juga diminta untuk tidak lalai. Lalai kemudian mencemarkan lingkungan itu juga memang prinsipnya harus bertanggung jawab,” ucapnya.
Secara khusus untuk wilayah Banten, Hanif menyoroti pengelolaan TPA di 8 kabupaten/kota terutama yang masih melakukan praktik open dumping.
Sementara itu, Direktur Sanitasi Kementerian Pekerjaan Umum Tanozisochi Lase menuturkan konsep pengelolaan sampah secara open dumping tak menuntaskan permasalahan persampahan.
Konsep TPA yang diatur pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 03/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yakni dengan sanitary landfill atau penutupan sampah pada TPA secara berkala.
Sanitary Landfill merupakan salah satu sistem pengelolaan sampah di mana sampah ditimbun pada lokasi yang cekung. Lokasi tersebut harus jauh dari permukiman agar tidak mengganggu sistem sanitasi dari segi kebersihan dan kesehatan masyarakat sekitar. Metode pengelolaan sampah ini cukup efektif digunakan pada tempat pemrosesan akhir sampah (TPA)
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo berharap TPA berbasis lingkungan dan edukasi (BLE) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2021 dapat di replikasi daerah lain.
Menurutnya, keberadaan TPA BLE Banyumas dapat disebut sebagai proyek percontohan sehingga kapasitasnya tidak terlalu besar.
“Ini contoh tempat pembuangan akhir yang sebenarnya harus ada di semua tempat, di seluruh kabupaten harusnya seperti ini,” tuturnya dalam keterangan resmi.
Pasalnya, hal itu disebabkan ketika sampah masuk ke TPA BLE membuat residu yang keluar mendekati nol. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi dapat mereplikasi TPA BLE tersebut di wilayah masing-masing.
“Karena memang sekali lagi yang paling perlu waktu adalah membudayakan masyarakat untuk, satu, tidak membuang sampah sembarangan, yang kedua mau memilah sampahnya, mana plastik, mana nonplastik,” ujarnya.
Dengan demikian, sampah tersebut dibuang sudah dalam keadaan terpilah sehingga tidak terlalu repot saat diproses lanjutan. Masyarakat Banyumas pun mau memilah-milah sampah sehingga bisa menghasilkan uang dan terdapat nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar yang bekerja di tempat tersebut.
“TPA BLE Banyumas ini dapat ditambah kapasitasnya karena masyarakat Banyumas bertambah banyak volume sampah makin meningkat,” katanya.
TPA BLE Banyumas yang menempati lahan seluas 3,5 hektare dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2021 dengan anggaran sebesar Rp44 miliar yang bersumber dari APBN serta didukung APBD Kabupaten Banyumas sebesar Rp6,3 miliar sebagai dana pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang tidak didanai APBN.
Dalam pengelolaan sampah tersebut, TPA BLE menggandeng kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang bertugas melakukan proses pemilahan menggunakan teknologi serta memproses sampah organik dan anorganik menjadi produk bernilai ekonomi seperti kompos, maggot, paving plastik, dan refuse derived fuel (RDF).
Sementara residu sampah dari KSM dikirim ke TPA BLE untuk diolah dengan menggunakan teknologi pirolisis non-incinerator yang ramah lingkungan, sehingga menghasilkan bahan RDF maupun RDF serta bahan biomassa atau bahan baku jumputan padat yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif di pabrik semen maupun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).