Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Gabung BRICS, Manfaatkan Potensi Investasi Hijau

Indonesia perlu memainkan peran untuk mendorong kerja sama investasi hijau negara anggota dengan mengembangkan pasar modal yang ramah lingkungan.
Para pemimpin negara-negara BRICS+ berfoto dalam KTT BRICS di Kazan, Rusia pada Kamis (24/10/2024). / Pool via Reuters-Maxim Shipenkov
Para pemimpin negara-negara BRICS+ berfoto dalam KTT BRICS di Kazan, Rusia pada Kamis (24/10/2024). / Pool via Reuters-Maxim Shipenkov

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia didorong memanfaatkan keanggotaan BRICS dalam peluang mendorong potensi kerja sama green investment dalam beberapa tahun mendatang.

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Yeta Purnama menekankan, Indonesia perlu memainkan peran untuk mendorong kerja sama investasi hijau negara anggota dengan mengembangkan pasar modal yang ramah lingkungan.

“Jika berbicara Global South, sebetulnya urgensi utama yang tidak bisa diabaikan adalah dominasi investasi sektor ekstraktif. Jadi keberadaan Indonesia sebagai anggota BRICS diharapkan juga menyoroti potensi kerja sama green investment untuk green growth,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (8/1/2024).

Sektor yang potensial untuk kerja sama dengan anggota BRICS adalah Investasi di industri komponen energi terbarukan. Mengingat, Presiden Prabowo Subianto ingin mendorong pengembangan pembangkit berbasis EBT sebesar 75 gigawatt (GW).

Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan bergabungnya Indonesia ke dalam aliansi BRICS bisa mendorong kerja sama sejumlah proyek EBT yang disiapkan hingga 2040. Sejumlah proyek EBT tersebut tersebar ke pengembangan industri berteknologi tinggi misalnya untuk baterai penyimpanan energi atau BESS (battery energy saving storage), komponen panel surya, pembangkit angin dan air. 

Hingga 2040 mendatang, setidaknya dibutuhkan pembangkit panel surya 27 GW, angin 15 GW, dan hidro khususnya mikro-hidro 25 GW. Khusus BESS, setidaknya dibutuhkan 32 GW untuk menampung energi dari pembangkit listrik intermiten. BESS ini sangat dibutuhkan misalnya untuk panel surya dan mikrohidro. 


“Investasi untuk BESS diperkirakan mencapai US$6 miliar setara Rp97,8 triliun dalam 15 tahun kedepan. Kita harus kuasai komponen baterai dalam negeri, bukan hanya berbasis nikel tapi juga alternatif lain seperti LFP,” ujar Bhima.


Selain itu, proyek hijau yang berpotensi untuk didorong dalam kerja sama sesama anggota BRICS adalah pembangunan transmisi grid. Menurut Bhima, pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT membutuhkan transmisi baru atau upgrade transmisi yang sudah ada.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper