Bisnis.com, JAKARTA – Pengalihan utang atau debt swap menjadi mekanisme pendanaan yang makin populer diadopsi negara-negara untuk membiayai program konservasi lingkungan maupun adaptasi iklim.
Melalui mekanisme ini, negara pengutang yang didominasi ekonomi berkembang menarik kembali utang yang lebih mahal dan menggantinya dengan utang lebih murah, biasanya dengan bantuan bank pembangunan.
Penghematan yang dihasilkan dari langkah ini kemudian dialokasikan untuk proyek lingkungan seperti restorasi hutan bakau, perlindungan laut, atau adaptasi perubahan iklim.
Indonesia menjadi segelintir negara yang pernah mengadopsi mekanisme debt-for-nature swap. Pengalihan utang tersebut merupakan keringanan yang diberi kreditur di mana pembayaran pinjaman dialihkan untuk membiayai kegiatan konservasi.
Pada 2011, Indonesia dan Amerika Serikat (AS) menyepakati debt-for-nature swap dalam kerangka Tropical Forest Conservation Act 2 senilai US$28,5 juta. Pengalihan utang tersebut kemudian digunakan untuk membantu upaya pelestarian hutan dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia, khususnya di Kalimantan.
Indonesia dan AS kembali menyepakati perjanjian pengalihan serupa pada Juli 2024. Kali ini dengan nilai US$35 juta yang digunakan untuk konservasi terumbu karang. Sejak 2009, Indonesia dan AS telah empat kali menyepakati perjanjian pengalihan utang.
Baca Juga
Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Keuangan, kesepakatan pengalihan utang tidak membebani Indonesia dengan perubahan syarat keuangan maupun biaya tambahan.
Di sisi lain, kerja sama tersebut menunjukkan adanya kepercayaan tinggi antara kreditur dan debitur, serta sejalan dengan semangat PBB untuk menginvestasikan dana utang ke dalam ketahanan iklim, infrastruktur berkelanjutan, dan transisi hijau perekonomian.
Berikut adalah daftar negara yang telah berhasil menyelesaikan kesepakatan pengalihan utang dalam beberapa tahun terakhir, sebagaimana dirangkum Reuters:
Bahama (2024)
Pada November 2024, Bahama membuka potensi pendanaan lebih dari US$120 juta untuk konservasi laut dan hutan bakau melalui pengalihan utang senilai US$300 juta. Kesepakatan ini didanai oleh Standard Chartered dan didukung oleh sektor swasta.
El Salvador (2024)
El Salvador menerima pengalihan utang senilai US$352 juta pada Oktober 2024 untuk konservasi Sungai Lempa, sungai utama negara ini, dan daerah aliran sungainya. Kesepakatan ini menjadi komitmen pendanaan konservasi terbesar saat itu dalam skema debt swap.
Pendanaan diperoleh melalui pinjaman senilai U$1 miliar dari JP Morgan, dilengkapi dengan asuransi risiko politik senilai US$1 miliar dari DFC, lembaga pembiayaan pembangunan Amerika Serikat dan standby letter of credit senilai US$200 juta dari CAF, Bank Pembangunan Amerika Latin dan Karibia, sehingga menurunkan biaya pinjaman.
Ekuador (2023)
Pulau Galapagos, salah satu ekosistem paling berharga di dunia, menjadi fokus konservasi Ekuador dalam pengalihan utang senilai US$1,6 miliar pada 2023. Kesepakatan ini mengurangi utang Ekuador lebih dari US$1 miliar setelah memperhitungkan total pengeluaran konservasi senilai US$450 juta. Namun, kesepakatan ini menghadapi kritik terkait kurangnya keterlibatan kelompok lokal.
Gabon (2023)
Gabon meluncurkan pengalihan utama pertama di Afrika pada 2023 dengan mengeluarkan surat utang biru atau "blue bond" senilai US$500 juta untuk membeli kembali utang internasional senilai US$436 juta dengan diskon. Langkah ini membebaskan utang senilai sekitar US$163 juta yang kemudian dialokasikan untuk proyek konservasi selama 15 tahun, termasuk memerangi penangkapan ikan ilegal dan melindungi 30% perairan pesisir Gabon.
Barbados (2022)
Pada September 2022, Barbados menyelesaikan konversi utang senilai US$150 juta yang membebaskan dana US$50 juta untuk pembiayaan jangka panjang konservasi laut. Pemerintah Barbados kala itu berkomitmen melindungi hingga 30% wilayah lautnya. Kesepakatan ini didanai oleh pinjaman blue loan 15 tahun dalam dua mata uang yang diatur oleh Credit Suisse dan CIBC First Caribbean.
Belize (2021)
Belize pada 2021 berkomitmen mengalokasikan US$4 juta per tahun dan mendanai dana konservasi laut senilai US$23 juta untuk melindungi terumbu karang terbesar kedua di dunia. Komitmen tersebut dieksekusi melalui pembelian kembali dan pelunasan obligasi senilai US$533 juta, sehingga memberikan keringanan utang sekitar US$200 juta. Kesepakatan ini didukung oleh The Nature Conservancy, U.S. International Development Finance Corporation, dan Credit Suisse.
Seychelles (2016)
Seychelles menyelesaikan pengalihan utang pada 2016 setelah perencanaan selama hampir enam tahun. Pemerintah membeli kembali utang senilai US$21,6 juta dari Paris Club, didanai oleh pinjaman dari NGO The Nature Conservancy dan hibah filantropis. Pada 2018, Seychelles mengumpulkan tambahan dana untuk konservasi melalui penerbitan obligasi biru senilai US$15 juta yang didukung oleh jaminan kredit parsial dari Bank Dunia.