Bisnis.com, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) bakal menerapkan bea masuk antidumping (BMAD) hingga 271% untuk impor panel surya dari sejumlah produsen asal Asia Tenggara.
Temuan awal Departemen Perdagangan AS mengindikasikan bahwa panel surya dari Kamboja, Malaysia, Thailand dan Vietnam telah dijual dengan harga yang tidak adil di pasar AS karena mendapat dukungan pemerintah di negara asal.
Produsen lokal mengemukakan bahwa masuknya panel surya dari negara-negara tersebut telah mencederai bisnis mereka. Kamboja, Malaysia, Thailand dan Vietnam memang tercatat sebagai pemasok utama panel surya di negeri Paman Sam.
Penyelidikan ini secara spesifik menyasar crystalline silicon photovoltaic cells atau PV. Investigasi antidumping sendiri merupakan upaya terbaru produsen AS dalam menghadapi pesaing dari luar negeri.
Ini bukan kali pertama AS menerapkan bea masuk tinggi untuk impor panel surya. Mereka telah menerapkan bea masuk serupa untuk impor panel surya asal China 12 tahun lalu. Langkah protektif tersebut lantas direspons China dengan mengalihkan produksi ke negara-negara Asia lain yang tidak menjadi sasaran tarif.
Adapun investigasi ini didorong oleh petisi pada April dari American Alliance for Solar Manufacturing Trade Committee, yang mewakili perusahaan seperti First Solar Inc., Hanwha Qcells USA Inc., dan Mission Solar Energy LLC.
Baca Juga
“Dengan bea masuk awal ini, kami makin dekat untuk menangani praktik perdagangan tidak adil yang merugikan selama bertahun-tahun," kata Tim Brightbill, mitra di Wiley Rein dan penasehat utama para penggugat, dalam pernyataan yang dikirim melalui email sebagaimana dikutip Bloomberg.
Dia mengemukakan bahwa tarif awal ini telah sesuai dengan ekspektasi produsen lokal. Dia turut berpandangan bahwa praktik dagang dari para produsen asal keempat negara tersebut melemahkan sektor manufaktur dan pasar kerja Amerika Serikat.
Meski demikian, tidak semua produsen di AS sepakat dengan penerapan tarif tinggi ini. Beberapa produsen asing dan pengembang energi terbarukan domestik berpendapat bahwa tarif ini memberikan keuntungan tidak adil kepada produsen panel besar yang sudah beroperasi di AS, sekaligus menaikkan biaya proyek energi surya.
Berdasarkan tindakan yang diumumkan Jumat (29/11/2024), impor dari Kamboja dikenakan tarif deposit tunai sebesar 117,12%.
Untuk Malaysia, tarif awal berkisar dari 17,84% untuk Jinko Solar Technology Sdn. Bhd. hingga 81,24% untuk pemasok lainnya. Hanwha Q Cells Malaysia Sdn. Bhd. dinilai tidak memiliki margin dumping dan diberikan tarif deposit awal sebesar 0%.
Impor dari berbagai eksportir asal Vietnam, termasuk JA Solar Vietnam Co. Ltd., Jinko Solar (Vietnam) Industries Company Ltd., Boviet Solar Technology Co., Ltd., dan Trina Solar Energy Development Company Ltd., menghadapi tarif deposit tunai yang berkisar antara 53,19% hingga 56,4%. Eksportir di Vietnam yang tidak disebutkan oleh Departemen Perdagangan dikenakan tarif sebesar 271,28%.
Keputusan final dalam kedua penyelidikan perdagangan tersebut diperkirakan keluar pada April 2025, dan tarif awal yang dinilai dapat dinaikkan, diturunkan, atau bahkan dibatalkan sebagai hasil dari investigasi.
Sebagai catatan, nilai impor Amerika Serikat untuk panel surya dari sejumlah negara Asia Tenggara mengalami lonjakan yang cukup signifikan dalam kurun 2021-2023. Impor dari Kamboja tercatat bernilai US$218,23 juta pada 2021 dan kemudian mencapai US$2,31 miliar pada 2023.
Tren serupa diperlihatkan pula untuk impor panel surya dari Vietnam yang bernilai US$1,31 miliar pada 2021 menjadi US$3,99 miliar pada 2023.
Pengumuman Departemen AS tidak menyebutkan produsen panel surya asal Indonesia. Namun ekspor panel surya atau photovoltaic cells assembled in modules or made up into panels ke Amerika Serikat tercatat tumbuh dalam tiga tahun terakhir. Pada 2021, ekspor panel surya Indonesia ke AS hanya bernilai US$19,88 juta. Nilai tersebut meningkat menjadi US$222,57 juta pada 2023.