Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Negosiasi Dana Iklim US$1 Triliun di COP29 Temui Jalan Buntu

Negosiasi pendanaan iklim dengan target tahunan US$1 triliun berisiko menghadapi jalan buntu karena ketidaksepakatan negara maju dan negara berkembang
Spanduk ucapan selamat datang pada COP29 di Baku, Azerbaijan./Bisnis - Maria Y. Benyamin.
Spanduk ucapan selamat datang pada COP29 di Baku, Azerbaijan./Bisnis - Maria Y. Benyamin.

Bisnis.com. JAKARTA — Negosiasi pendanaan iklim di Konferensi Iklim atau COP29 berisiko mencapai jalan buntu seiring dengan belum jelasnya sumber pembiayaan US$1 triliun.

Draf kesepakatan juga memuat sedikit pembahasan mengenai komitmen transisi dari bahan bakar fosil. Aspek ini masih menjadi sumber perdebatan antara negara maju dan berkembang.

“Draf kesepakatan terbaru tidak memperlihatkan ambisi untuk mencapai target iklim dan justru membawa kita ke jurang kepunahan,” kata perwakilan khusus Panama untuk perubahan iklim Carlos Monterrey Gómez, dikutip dari Bloomberg.

Hampir 200 negara yang berkumpul di Baku, Azerbaijan memiliki fokus yang hampir sama, yakni peningkatan pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang. Negara-negara ini menghadapi tantangan transisi menuju ekonomi yang lebih rendah emisi, sekaligus peningkatan ketahanan dalam menghadapi dampak krisis iklim.

Namun dengan COP29 yang akan berakhir pada Jumat (22/11/2024), titik temu belum juga dicapai di antara negara-negara peserta konferensi. Hal ini terlihat dari aksi negara-negara berkembang yang mendesak negara maju untuk terbuka menyampaikan besaran komitmen mereka untuk pendanaan iklim.

Di sisi lain, negara maju menilai draf kesepakatan masih belum merefleksikan ambisi untuk memangkas emisi dengan signifikan. Mereka terutama meyoroti kurangnya komitmen untuk pengurangan pemakaian bahan bakar fosil sebagaimana telah dicapai pada COP28 Dubai.

Terkait sumber pendanaan untuk dana iklim US$1 triliun, terdapat beberapa opsi sumber pembiayaan yang mengemuka. Pertama, memberi waktu bagi negara untuk meningkatkan jumlah kontribusi dan kedua mengupayakan nilai yang disepakati untuk periode 2025 sampai 2035. Kedua opsi ini ini membuka peluang bagi negara kaya yang bukan berstatus pendonor seperti China dan Arab Saudi untuk turut berkontribusi.

Dalam opsi kontribusi sukarela dari negara berkembang, negara-negara dalam kategori ini tetap memberi dukungan pembiayaan, tetapi tidak dihitung dalam target US$1 triliun. Target pembiayaan tersebut tetap berasal dari negara-negara maju pendonor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper