Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) disebut berminat untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan di Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan kebutuhan dana untuk transisi energi yang disebut pemerintah dapat menembus US$235 miliar.
Duta Besar AS untuk Indonesia Kamala Shirin Lakhdhir mengatakan pemerintah AS berkomitmen untuk mendukung dan bekerja sama dengan Indonesia dalam upayanya melakukan transisi energi. Dia mengatakan respons positif ini tidak hanya berasal dari pemerintah, tetapi juga dari perusahaan-perusahaan di AS.
"Saya pikir ada banyak ketertarikan dari AS. Saya telah bertemu dengan banyak perusahaan AS yang minat berinvestasi dan mendukung upaya transisi energi Indonesia ini," ujar Lakhdhir dalam Press Briefing di Kantor Kedutaan Besar AS untuk Indonesia, Jakarta pada Rabu (20/11/2024).
Dia mengatakan perkembangan transisi energi Indonesia ke depannya akan membutuhkan keterlibatan pihak swasta. Hal tersebut seiring dengan kebutuhan investasi yang sangat besar untuk pembangunan infrastruktur listrik baru sebesar 100 gigawatt dalam upaya transisi energi serta penurunan emisi karbon.
Dia menambahkan AS telah bekerja sama dengan Indonesia pada bidang ini melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Selain itu, melalui US Agency for International Development (USAID), AS juga bekerja sama dengan pihak-pihak lain dalam upaya transisi energi, seperti PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Sebelumnya, kebutuhan dana atau investasi untuk proyek transisi energi dan penurunan emisi karbon Indonesia diestimasi menembus US$235 miliar atau sekitar Rp3.700 triliun.
Baca Juga
Ketua Delegasi Indonesia untuk COP29 Hashim Djojohadikusumo mengemukakan nilai investasi fantastis itu diperlukan untuk mendukung sejumlah proyek mitigasi iklim Indonesia. Termasuk di antaranya pembangunan infrastruktur kelistrikan baru sebesar 100 gigawatt dalam 15 tahun ke depan. Dari kapasitas tersebut, 75% di antaranya berasal dari energi baru terbarukan (EBT) seperti surya, angin, panas bumi dan nuklir.
“Proyek-proyek ini memerlukan biaya besar yang tidak mungkin hanya berasal dari anggaran pemerintah. Oleh karena itu, di sini saya mengundang pihak yang berminat untuk berinvestasi,” kata Hashim.
Hashim mengemukakan organisasi filantropi milik bos Amazon Jeff Bezos, Bezos Earth Fund, telah menyatakan minat untuk berinvestasi di proyek ‘hijau’ Indonesia. Selain itu, sejumlah perusahaan multinasional dia sebut telah menyampaikan ketertarikan untuk berinvestasi dalam pengembangan teknologi carbon capture storage di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah ExxonMobil dan British Petroleum (BP).