Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan penerbitan Efek Bersifat Utang atau Sukuk berbasis ESG (EBUS) sebanyak 4 penerbitan dengan nilai Rp4,82 triliun sepanjang tahun berjalan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Inarno Djajadi mengatakan terdapat perkembangan data investasi ESG seperti indeks ESG, reksa dana, EBUS, serta ekuitas.
“Pada tahun ini hingga 7 Juni 2024 tercatat 4 penerbitan EBUS dengan nilai Rp4,82 triliun,” kata Inarno, dikutip Jumat (14/6/2024).
Secara lebih rinci, penerbitan Efek Bersifat Utang atau Sukuk (EBUS) berbasis ESG, pada 2022 terdapat 2 penerbitan EBUS dengan total Rp10 triliun, 2023 terdapat 7 penerbitan EBUS dengan nilai Rp14,04 triliun.
Kemudian jumlah reksa dana yang berbasis ESG juga menunjukkan peningkatan, dari 41 reksa dana di tahun 2021 kemudian meningkat menjadi 62 reksa dana. Selain itu, hingga saat ini telah terdapat 5 indeks ESG, yaitu SRI-KEHATI, IDXESGL, ESGQKEHATI, ESGSKEHATI, dan IDXLQ45LCL dengan total konstituen sebanyak 73 Emiten serta pernah tertinggi mencapai 77 konstituen.
Inarno mengklaim sejumlah strategi dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan ESG, di antaranya OJK turut aktif dalam Asean Capital Market Forum (ACMF) di mana secara berkelanjutan, terdapat program capacity building terkait standar keberlanjutan bekerja sama dengan ISSB.
Baca Juga
Selain itu, terdapat penilaian ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS), dimana program ini dapat meningkatkan kualitas disclosure Laporan Tahunan termasuk Laporan Keberlanjutan.
Dari sisi produk, OJK juga terus mendorong penerbitan produk-produk berbasis ESG di mana telah diterbitkan POJK Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan.
Adapun dalam pengawasan OJK melakukan pengawasan dengan melakukan riviu atas Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) Emiten yang dilaporkan bersamaan dengan Laporan Tahunan, berdasarkan POJK Nomor 51/POJK.03/2017 dan SEOJK Nomor 16/SEOJK.04/2021.
“Sejalan dengan prinsip keterbukaan, dalam hal terdapat disclosure yang kurang, OJK akan meminta Emiten memperbaiki disclosure sehingga diharapkan investor memiliki informasi yang cukup dalam pertimbangan pengambilan keputusannya,” kata Inarno.