Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelanggan PLTS Atap Tumbuh 44%, Eh Skema Ekspor Listrik Dihapus

Revisi Peraturan Menteri ESDM No. 26/2021 tentang Pengembangan PLTS Atap disetujui Presiden Joko Widodo, di mana skema ekspor listrik dihapus.
Gajah Kusumo, Nyoman Ary Wahyudi
Jumat, 9 Februari 2024 | 11:40
Grup PT United Tractors Tbk. (UNTR), PT Energia Prima Nusantara (EPN), mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap atau panel surya 3 MWp.
Grup PT United Tractors Tbk. (UNTR), PT Energia Prima Nusantara (EPN), mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap atau panel surya 3 MWp.

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyetujui muatan revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Saat ini, revisi beleid itu telah masuk tahap perundang-undangan dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. 

“Sudah disetujui Presiden Jokowi, sudah ditandatangani Pak Menteri sekarang tinggal proses perundangan saja,” kata Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (5/2/2024). 

Revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 26/2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan Umum diharapkan dapat menjadi jalan tengah antara kepentingan PLN dengan industri dan masyarakat yang berinisiatif untuk meningkatkan pemasangan panel surya mendatang.   

Beberapa kali inisiatif pembenahan beleid itu jalan di tempat lantaran kekhawatiran ihwal beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan kelebihan pasokan listrik atau oversupply yang saat ini masih ditanggung PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. 

Belakangan, kata Feby, perbedaan perspektif  antarkementerian dan lembaga itu bisa diatasi yang tertuang pada muatan revisi beleid panel surya ini. 

Dia mengatakan, otoritas fiskal telah bersedia untuk mengalihkan APBN sebagai kompensasi atau subsidi apabila terjadi kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik pada sistem tertentu setelah adopsi besar-besaran PLTS atap di tengah masyarakat nantinya. 

“Kalau misalnya nanti ada kenaikan BPP dari PLN itu nanti akan dibebankan ke negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata dia. 

Sementara itu, dia menggarisbawahi kementeriannya memutuskan untuk meniadakan aturan soal ekspor listrik yang dimaksudkan sebagai pengurang tagihan listrik konsumen yang memasang PLTS atap. 

Manuver itu disebutkan untuk menjaga beban keuangan perusahaan setrum pelat merah itu di tengah kelebihan pasokan listrik atau oversupply yang terlanjur lebar saat ini. 

Selain itu, Kementerian ESDM disebutkan bakal meniadakan batasan kapasitas PLTS terpasang di tengah masyarakat untuk mengakselerasi percepatan investasi di sektor pembangkit tersebut. Formula batas atas kapasitas terpasang bakal digantikan dengan skema kuota pengembangan. 

“Kapasitas yang dipasang itu nantinya akan dipakai untuk konsumen itu sendiri jadi diharapkan konsumen memasang sesuai dengan kebutuhannya. Nanti akan disesuaikan dengan kuota, PLN akan mengeluarkan kuotanya,” kata Feby.

Seperti diberitakan sebelumnya, manuver pemerintah yang ingin menghapus mekanisme ekspor listrik dalam pemanfaatan PLTS atap dianggap bertentangan dengan komitmen besar transisi energi dan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) secara masif di tengah masyarakat. 

tabel jumlah pelanggan PLTS atap 2022
tabel jumlah pelanggan PLTS atap 2022

Skema Ekspor Listrik Dihapus Padahal Konsumen PLTS Atap Antusias

Berdasarkan laporan keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun 2021, jumlah pelanggan PLTS atap pada Januari 2021 sebanyak 3.152 pelanggan. Jumlah pelangan tersebut kemudian naik menjadi 1.794 pelanggan hingga Desember 2021 atau melonjak 52.09%.

Selanjutnya, berdasarkan laporan keuangan PLN pada 2022, jumlah pelanggan PLTS atap mencapai 6.522 pelanggan atau tumbuh 36,05%. Apabila dirata-rata, maka pertumbuhan jumlah pelanggan PLTS atap pada 3 tahun terakhir mencapai 44,07%

Sementara itu berdasarkan kapasitas, pertumbuhannya juga sangat meyakinkan. Total kapasitas PLTS atap pada 2021 tercatat sebesar 48.798.717 WP (Watt Peak) dan kemudian tumbuh 64,87% menjadi 80.454.831 WP (Watt Peak).

PLN sendiri dalam laporan keuangan tahunannya menyebutkan tren pelanggan mengalami peningkatan, di mana peningkatan jumlah pelanggan juga.

Dalam laporan keuangan tahunan PLN pada 2021, jumlah pelanggan PLTS Atap (on grid atau terhubung dengan PLN) terbanyak ada pada pelangan dengan kapasitas 3.500 watt sebanyak 1.810 pelanggan dan kapasitas 6.600 watt dengan 1.021 pelanggan.

Sementara itu, ada tiga wilayah yang jumlah pelanggan PLTS atapnya tinggi, yaitu Jakarta dengan 1.473 pelanggan, Banten (1.178 pelanggan), dan Jawa Barat (1.016 pelanggan).

PLN sendiri dalam laporan keuangan tahunannya menyebutkan trend pelanggan mengalami peningkatan, di mana peningkatan jumlah pelanggan juga.

"
PLTS atap untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil menjadi tidak layak keekonomiannya karena pelanggan tegangan itu konsumsinya lebih banyak di malam hari bukan di siang hari"

Mengutip laporan Kementerian ESDM, jumlah keseluruhan pengguna golongan tarif di segmen pelanggan dengan penggunaan daya listrik rentang 2.200 volt ampere (VA) hingga 6.600 VA mencapai 5,45 juta pelanggan. Rerata konsumsi listrik pelanggan 2.200 VA sampai 6.600 VA ke atas terentang dari 283 kWh hingga 1.359 kWh setiap pelanggan per bulannya. 

Adapun, jumlah pelanggan rumah tangga golongan itu mengambil porsi hampir 30,2% dari keseluruhan penerima manfaat kompensasi listrik. 

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengatakan, penghapusan skema ekspor menjadikan investasi pemasangan panel surya menjadi tidak menarik untuk pasar residensial atau bisnis kecil dan menengah.   

Fabby mengatakan lewat penghapusan skema ekspor listrik, pelanggan yang memiliki kapasitas berlebih dari pemasangan PLTS tidak lagi dapat menjual daya sisa ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebagai pengurangan tagihan listrik mereka.   

“PLTS atap untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil menjadi tidak layak keekonomiannya karena pelanggan tegangan itu konsumsinya lebih banyak di malam hari bukan di siang hari,” kata Fabby saat dihubungi, Senin (16/1/2023). 

Pelanggan PLTS atap berdasarkan wilayah dan golongan
Pelanggan PLTS atap berdasarkan wilayah dan golongan

Berdasarkan hitung-hitungan AESI, minimal pemasangan PLTS untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil berada di kisaran 1,5 kilowatt peak (kWp) sampai 2 kWp. Batas bawah pemasangan PLTS itu menghasilkan daya mencapai 6 kilowatt hour (kWh) sampai 8 kWh.  

Biasanya rata-rata pemakaian efektif PLTS atap di Indonesia hanya di kisaran 40%. Sisanya, daya yang dihasilkan mesti diekspor ke jaringan PLN. Hitung-hitungan itu membuat pemasangan PLTS untuk pelanggan residensial dan bisnis kecil tidak menarik. Apalagi akses untuk menjual kembali daya berlebih ke sistem jaringan PLN rencananya akan ditutup. 

“Ketiadaan net-metering akan membunuh potensi PLTS atap di konsumen rumah tangga dan sosial,” kata Fabby.

Apalagi, dia mengatakan, potensi pemasangan PLTS atap untuk segmen pelanggan dengan penggunaan daya listrik rentang 2.200 volt ampere (VA) hingga 6.600 VA ke atas sebenarnya cukup prospektif.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper