Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN Baru Penuhi 12,3% Pendanaan Iklim, Swasta Diminta Kontribusi

Indonesia membutuhkan investasi kumulatif sebesar US$4,8 triliun antara 2023 hingga 2030 untuk memenuhi target Perjanjian Paris.
Ekonomi hijau dan transisi energi/ilustrasi
Ekonomi hijau dan transisi energi/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menggelontorkan dana untuk aksi iklim sebesar Rp610,12 triliun dari tahun 2016 hingga 2023.

Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan merinci realisasi pendanaan APBN untuk iklim secara rata-rata sebesar Rp76,3 triliun per tahun atau 3,2% dari APBN.

“Secara kumulatif, totalnya mencapai Rp610,12 triliun. Ini baru mencakup 12,3% dari kebutuhan pembiayaan iklim hingga 2030,” ujarnya dilansir Antara, Sabtu (26/4/2025). 

Berdasarkan data Bank Dunia, transisi energi dapat menambah 1% hingga 1,5% pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia per tahun hingga 2030. Pertumbuhan itu bisa diperoleh dari investasi, diversifikasi industri, dan penciptaan lapangan kerja di sektor energi terbarukan.

“Kemudian, investasi global dalam manufaktur energi bersih juga sedang berkembang pesat, didorong oleh kebijakan industri yang mendukung dan juga peningkatan permintaan pasar. Lonjakan investasi tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja,” katanya. 

Oleh karena iu, pemerintah terus mengoptimalkan pembiayaan publik dan mendorong keterlibatan sektor swasta.

Dari sisi pemerintah, Kemenkeu telah memberikan berbagai insentif pajak, seperti untuk sektor pembangkit listrik terbarukan dan kendaraan listrik. Sejak 2019 hingga 2024 pemerintah telah memberikan insentif fiskal senilai Rp38,8 triliun untuk sektor-sektor terkait iklim yang diperkirakan mencapai Rp51,5 triliun hingga akhir 2025.

Di sisi lain, pemerintah juga menyusun skema pembiayaan inovatif seperti green sukuk, SDG bonds, dan penerapan taksonomi keuangan berkelanjutan. Di luar APBN, pemerintah menerapkan blended finance yang mencampur pembiayaan antara publik dan swasta.

Adapun dari sektor swasta, pemerintah mendorong pelaku usaha untuk proaktif mengurangi emisi karbon, menerapkan praktik berkelanjutan dan berinovasi dalam teknologi ramah lingkungan termasuk efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan pelaporan jejak karbon produk.

Pemerintah juga mendorong pelaku usaha melakukan climate budget tagging dan mendukung pelaksanaan kebijakan nilai ekonomi karbon, yang kini terbuka untuk pasar domestik dan internasional.

“Swasta dapat mengembangkan teknologi baru untuk mengurangi emisi karbon dan perbaikan kualitas lingkungan, termasuk juga meningkatkan teknologi baru yang berkaitan dengan efisiensi energi, mengurangi limbah, dan mempromosikan ekonomi sirkuler,” ucapnya.

Adapun berdasarkan laporan dari International Energy Agency (IEA) menyebutkan untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2050 diperlukan tambahan investasi global sebesar US$4 triliun hingga US$5 triliun per tahun hingga 2030. Laporan global lainnya juga menyoroti perlunya peningkatan investasi dalam energi bersih hingga 3 kali lipat dari tingkat saat ini agar target iklim global dapat tercapai. Adapun investasi global dalam energi bersih mencapai US$1,1 triliun di tahun 2022.

Dia mengungkapkan dibutuhkan investasi kumulatif sebesar US$4,8 triliun antara 2023 hingga 2030 untuk memenuhi target Perjanjian Paris. 

Di tingkat nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan Indonesia membutuhkan lebih dari US$1 triliun hingga 2060 untuk mencapai target NZE.  Dalam kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia diperkirakan membutuhkan pendanaan sebesar US$97,1 miliar hingga 2030 dan mencapai US$580,3 miliar pada 2050 khusus untuk mendukung energi on-grid.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper