Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia resmi merilis Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 10/2025 tentang Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.
Peraturan tersebut berisi peta jalan untuk mengakhiri operasional pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara guna mencapai target net-zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah bakal melakukan pensiun dini PLTU batu bara berdasarkan sejumlah kriteria. Pemerintah juga akan melarang pembangunan PLTU baru kecuali yang memenuhi ketentuan dalam Perpres No. 112/2022.
Permen tersebut juga memuat pertimbangan ketersediaan dukungan pendanaan dalam negeri dan luar negeri untuk mempercepat penghentian operasional PLTU batu bara secara total.
Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam kajiannya memperkirakan biaya pensiun dini PLTU mencapai US$4,6 miliar atau sekitar Rp77,6 triliun (asumsi kurs Rp16.800 per US$) hingga 2030 dan US$27,5 miliar hingga 2050.
Sekitar dua pertiga atau US$18,3 miliar kebutuhan dana diperlukan untuk pensiun dini PLTU milik swasta, dan sisanya sebesar US$9,2 miliar untuk PLTU milik PLN.
Baca Juga
Meski biaya awal pensiun PLTU tergolong besar, IESR menyebutkan manfaat jangka panjang dari penurunan biaya kesehatan dan subsidi PLTU mencapai US$96 miliar pada 2050.
“Dukungan pendanaan untuk pensiun dini PLTU yang tidak efisien, mahal dan menyebabkan polusi udara akut milik PLN bisa berasal dari APBN. Namun dananya yang ditambah dengan penyertaan modal negara harus dipakai untuk mempercepat pembangunan energi terbarukan dan penguatan jaringan listrik. Ini serupa dengan memindahkan dana dari kantong kiri ke kanan,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam siaran pers, Rabu (23/4/2025).
Fabby juga menjelaskan pengoperasian PLTU secara fleksibel dapat dilakukan untuk mendukung integrasi energi terbarukan, khususnya surya dan angin sembari sembari menunggu masa pensiun PLTU.
Dia berpandangan pendekatan ini akan mengubah sistem operasi tenaga listrik, di mana PLTU akan beroperasi mengikuti pola pembangkit intermiten, dalam batas teknis yang aman bagi sistem.
“Dengan cara ini, penetrasi energi terbarukan dalam sistem kelistrikan dapat meningkat secara signifikan,” tambah Fabby.