Bisnis.com, JAKARTA – Efek perang dagang yang tercipta setelah penerapan tarif impor balasan AS bakal menyandera penyebaran teknologi baterai skala besar dari pembangkit energi terbarukan. Teknologi ini begitu krusial dalam transisi energi dan mencegah pemadaman listrik.
Teknologi penyimpanan listrik skala besar telah tersambung dengan jaringan listrik di seluruh AS, dengan peningkatan pemasangan sebesar 33% pada 2024.
Melansir Bloomberg, pemangku kepentingan di California dan Texas menyebut, baterai ini berperan penting dalam mencegah pemadaman listrik selama gelombang panas, saat permintaan listrik melonjak, serta dalam mengintegrasikan tenaga surya dan angin yang sifatnya tidak stabil ke dalam jaringan.
Di sisi lain, mengacu riset BloombergNEF (BNEF), meskipun di era Presiden Joe Biden telah berupaya membangun rantai pasokan penyimpanan domestik, AS masih sangat bergantung pada impor baterai lithium-ion, dengan mayoritas berasal dari China sebesar 69%.
Kini, setelah Presiden Trump menerapkan tarif impor balasan, kekhawatiran meningkatnya beban biaya proyek proyek baterai baru pun muncul. Para analis memperingatkan bahwa peningkatan biaya ini kemungkinan akan menyebabkan pembatalan dan penundaan proyek, memperlambat laju pertumbuhan industri yang sebelumnya sangat cepat.
“Banyak proyek yang sudah ada dalam perencanaan akan terdampak,” kata Isshu Kikuma, Senior Associate di BNEF.
Baca Juga
Sebelumnya, BNEF memperkirakan harga baterai akan turun sekitar 13% tahun ini, melanjutkan tren penurunan tajam jangka panjang yang telah mendorong pertumbuhan industri ini.
Namun, tarif baru atas impor dari China akan membalikkan tren tersebut. Berdasarkan kalkulasi usulan tarif impor 104% untuk China, BNEF memperkirakan beban harga baterai skala besar di AS 58% lebih mahal dibandingkan tanpa tarif baru, dengan harga rata-rata mencapai $322 per kilowatt-jam.
Tarif tersebut tidak hanya menyasar baterai dari China. Trump juga mengancam akan mengenakan tarif sebesar 24% terhadap Jepang — yang menyuplai 8% impor baterai lithium-ion AS — dan 25% terhadap Korea Selatan, yang menyumbang 5% impor.
Untungnya, Presiden ke-47 AS ini menyatakan menunda selama 90 hari penerapan tarif, dan negara-negara tersebut tetap akan dikenakan tarif dasar sebesar 10%.
Perangkat baterai untuk menyimpan pasokan dari jaringan pada dasarnya adalah versi lebih besar dari perangkat yang digunakan pada elektronik pribadi dan mobil listrik. Kendati demikian, seringkali teknologinya menggunakan kimia yang berbeda.
Negeri Paman Sam, saat ini merupakan pengguna “power bank” terbesar kedua di dunia setelah China. Adapun, laporan BNEF (November 2024), negara-negara lain seperti India, Jerman, dan Spanyol juga diperkirakan akan meramaikan pertumbuhan sektor sepanjang dekade.
Sebelumnya, Presiden Biden melihat pembangunan pabrik baterai sebagai kunci kesuksesan ekonomi AS dalam masa depan energi bersih. Hal itu diterjemahkannya dengan undang-undang iklim atau Inflation Reduction Act yang telah menyalurkan insentif pajak untuk pembangunan fasilitas produksi tersebut.
Diperkirakan, merujuk Wood Mackenzie, Amerika Utara akan menyumbang 13% dari kapasitas produksi global baterai lithium-ion pada 2033. Namun, peningkatan kapasitas produksi masih belum merata secara kimiawi.
Pasalnya, sebagian besar pabrik di AS masih memproduksi baterai berbasis nikel, sementara jenis lithium iron phosphate (LFP) yang lebih cocok untuk penyimpanan energi skala besar belum diproduksi secara domestik
“Apa yang benar-benar dibutuhkan industri saat ini adalah stabilitas — baik dari sisi tarif maupun insentif pajak — agar dapat merencanakan langkah selanjutnya. Begitu kebijakan tersebut menjadi jelas, industri akan mampu menentukan cara terbaik dan paling tepat untuk memenuhi permintaan,” ujar Jeff Waters, CEO Powin.
Sementara itu, beberapa proyek pemasangan baterai kemungkinan akan tertunda atau dibatalkan. Risiko ini menandai perubahan besar bagi industri yang sebelumnya menikmati pertumbuhan pesat.