Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup mengambil langkah tegas terhadap aktivitas usaha yang diduga menjadi penyebab kerusakan lingkungan di kawasan rawan bencana Cijeruk dan Sukabumi Jawa Barat.
Menteri Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup.
“Melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, kami sudah verifikasi lapangan dilakukan dan ditemukan sejumlah pelanggaran serius yang berkontribusi terhadap bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS),” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (24/3/2025).
Menurutnya, bencana banjir di Desa Cijeruk menjadi bukti nyata dampak dari pembangunan tanpa izin di wilayah hulu Sungai Cibadak. Pasalnya, terdapat dua kegiatan usaha teridentifikasi sebagai penyebab utama kerusakan lereng dan meningkatnya debit air bercampur sedimen ke sungai.
Adapun PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) melakukan pembukaan membuka lahan seluas hampir 40 hektare untuk proyek ekowisata. Namun, kegiatan pembukaan badan jalan sepanjang 1,5 km dengan lebar 10 meter dilakukan tanpa dokumen lingkungan maupun izin berusaha.
“Pengelolaan air larian (run off) dari lahan terbuka tidak dilakukan, sehingga meningkatkan risiko erosi dan aliran lumpur ke sungai,” katanya.
Baca Juga
Kemudian PT Amoda sebagai pengelola kawasan Awan Hills melakukan pembangunan hotel cabin dilakukan di area lereng yang curam tanpa persetujuan lingkungan.
“Jalan akses yang dibangun terhubung langsung dengan jalan milik PT BSS. Total area bukaan lahan mencapai 1,35 hektare, dengan indikasi kuat terjadinya longsor di beberapa titik yang berdekatan dengan mata air Sungai Cibadak,” ucapnya.
Hanif menilai kondisi-kondisi tersebut tidak hanya menunjukkan pelanggaran terhadap ketentuan perizinan, namun juga potensi kerusakan ekosistem hulu yang krusial bagi pengendalian banjir dan ketersediaan air bersih di wilayah hilir.
“Kami minta penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda, sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi,” tuturnya.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup juga menemukan sejumlah pelanggaran di Sukabumi, khususnya pada kegiatan pertambangan dan peternakan skala besar.
CV Java Pro Tam, perusahaan ini tidak lagi beroperasi sejak 2022, namun meninggalkan lahan bekas tambang seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi. Padahal, dana jaminan reklamasi telah disetor sejak 2014.
“Berdasarkan asas contrarius actus, kami akan meminta Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi segera,” ujarnya.
Kemudian, CV Duta Limas melakukan penambangan zeolit dan batu gamping di dua lokasi berbeda. Temuan lapangan menunjukkan aktivitas pengolahan dilakukan tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan.
“Selain itu, pelanggaran terhadap kaidah pertambangan yakni tidak adanya kolam endap lumpur, erosi yang menyebabkan longsor, hingga tidak dilakukan pemantauan kualitas air dan udara,” katanya.
Selanjutnya, PT Japfa Comfeed memiliki lahan peternakan ayam seluas 60 hektare dan telah membangun 32 kandang aktif. Meskipun telah mengantongi beberapa izin, perusahaan ini belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan pengelolaan limbah B3 belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
Hanif menuturkan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah untuk memastikan reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilakukan secara tuntas.
Kementerian Lingkungan Hidup akan mengenakan sanksi administratif dan pidana lingkungan hidup terhadap setiap pelanggaran yang terbukti membahayakan ekosistem dan masyarakat. Selain itu, meningkatkan pengawasan lintas sektor, termasuk pendekatan kolaboratif dengan masyarakat, akademisi, dan media dalam menjaga kawasan rawan bencana.
“Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh pembangunan yang bertanggung jawab yang menghargai alam,” tuturnya.
Hanif mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjadikan kasus Cijeruk dan Sukabumi sebagai pelajaran penting. Pembangunan harus berpihak alam sebagai ekosistem terpadu yang menyokong kehidupan manusia. Pada akhirnya, pembangunan keberlanjutan merupakan investasi terbaik untuk generasi mendatang