Bisnis.com, JAKARTA — Kajian Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Rehabilitasi Hutan Kementerian Kehutanan memperlihatkan bahwa banjir yang melanda kawasan Jabodetabek pada awal Maret 2025 dipicu oleh alih fungsi lahan di kawasan lindung di hulu DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi, DAS Cisadane dan DAS Kali Angke Pesanggrahan.
Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Rehabilitasi Hutan Kemenhut Dyah Murtiningsih mengemukakan alih fungsi ini terutama terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL) yang berubah menjadi kawasan terbangun.
Alih fungsi ini membuat kawasan tersebut menjadi kedap air dan tidak bisa menjalankan fungsi sebagai resapan dan memicu limpasan air.
"Selain itu, terdapat alur sungai yang menyempit. Kami menemukan ada alur sungai yang harusnya 11 meter, menyempit menjadi 3 meter di DAS Ciliwung, dan di atasnya sudah banyak pemukiman. Ini juga menyebabkan air melimpah," kata Dyah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Kondisi serupa juga terpantau terjadi di kawasan DAS Kali Bekasi. Dyah menjelaskan kawasan ini telah bertransformasi menjadi pemukiman dengan jumlah sedimen sungai yang tinggi. Hal tersebut membuat kapasitas tampung sungai berkurang sehingga airnya melimpah.
Data Kemenhut memperlihatkan bahwa sebagian besar tutupan lahan di keempat DAS tersebut merupakan pemukiman, dengan persentase 61,78% di DAS Ciliwung, 25,65% di DAS Cisadane, 83,37% di DAS Kali Angke Pesanggrahan, dan 41,85% di DAS Kali Bekasi.
Baca Juga
Dalam empat DAS tersebut, terhadap lahan kritis di kawasan hutan seluas 13.955 hektare (ha) di dalam kawasan hutan dan 23.435 ha di luar kawasan hutan.
Untuk mencegah banjir kembali terjadi, Dyah mengatakan Kemenhut akan melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di dalam kawasan hutan. Kemenhut juga akan menerapkan teknik konservasi tanah dan air (KTA) dalam berupa bendungan pengendali dan penahan pada lokasi-lokasi dan kemiringan tertentu. Bangunan KTA berfungsi untuk menahan sedimen dan mengendalikan air yang turun dari hulu.
Dyah mengatakan penanganan serupa juga akan diterapkan di APL. Adapun kawasan dengan topografi miring akan didukung melalui rehabilitasi dengan vegetasi dan bangunan sipil teknis.
"Tentu saja hal ini tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak. Kami akan intensif ke depan melakukan penanaman. Kami akan mendukung dengan penyediaan bibit-bibit dari persemaian rumpin untuk penanaman baik di dalam maupun luar kawasan hutan," katanya.
Pihaknya juga mengusulkan perbaikan sistem drainase yang ada di sekitar pemukiman dan pembuatan sumur resapan dan biopori. Selain itu, perlu dilakukan peninjauan tata ruang, khususnya pada fungsi lindung di kawasan dengan topografi miring, meski berstatus APL.