Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uni Eropa Berencana Longgarkan Aturan Pelaporan ESG Perusahaan

Simplifikasi regulasi disebut bisa menghemat biaya perusahaan hingga 40 miliar euro
Bendera Uni Eropa (UE) berkibar di dekat gedung Majelis Nasional di Paris, Prancis, Selasa (9/7/2024). Bloomberg/Nathan Laine
Bendera Uni Eropa (UE) berkibar di dekat gedung Majelis Nasional di Paris, Prancis, Selasa (9/7/2024). Bloomberg/Nathan Laine

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Eropa, lembaga eksekutif Uni Eropa (UE), berencana untuk memperlonggar aturan pelaporan keberlanjutan yang menyasar transparansi rantai pasok perusahaan. Langkah ini diambil untuk meningkatkan daya saing korporasi asal UE menghadapi Amerika Serikat (AS) dan China.

Rencana yang dinamai ‘Omnibus Simplifikasi’ ini merupakan bagian dari paket reformasi yang menyasar bisnis di Eropa. Proposal aturan baru itu turut menyertakan pemberian insentif untuk mendorong dekarbonisasi dan penurunan biaya energi.

Meskipun terdapat sinyal pelonggaran aturan terkait environmental, social and governance (ESG), UE memastikan bahwa mereka tetap berkomitmen mencapai target net zero emission (NZE) dan iklim lainnya.

“Perusahaan akan diuntungkan dengan regulasi yang lebih efisien. Ini akan mempermudah bisnis di Eropa untuk mencapai target dekarbonisasinya,” tulis Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pernyataan, dikutip dari Reuters, Kamis (27/2/2025).

Komisi Eropa menargetkan pengurangan beban pelaporan korporasi sebesar 25% dalam proposal regulasi yang terbit pada paruh pertama 2025. Pengurangan ini disebut bisa menghemat biaya perusahaan-perusahaan Eropa hingga 40 miliar euro atau sekitar US$42 miliar.

Proses birokrasi di Uni Eropa kerap menjadi sasaran kritik pelaku bisnis dan kelompok lobi industri. Regulasi di kawasan ini dinilai menghambat daya saing dibandingkan dengan Amerika Serikat dan China, dua negara dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

“Kita telah menciptakan mesin birokrasi di Brussels—saya tidak tahu apakah kita butuh program seperti DOGE [Department of Government Efficiency] di AS—begitu banyak pegawai negeri yang tugasnya justru membuat regulasi. Ini masalah,” ujar CEO TotalEnergies, Patrick Pouyanne, bulan ini, merujuk pada program efisiensi pemerintahan AS yang bertujuan memangkas biaya administrasi secara besar-besaran.

“Pertanyaannya adalah, apakah Eropa benar-benar bisa memikirkan kembali modelnya sendiri?” tambahnya.

Sebagai respons, Komisi Eropa memperkenalkan Clean Industrial Deal, yang menjadi pilar kedua dari rencana peningkatan daya saing Uni Eropa. Kebijakan ini dirancang untuk mendukung industri padat energi yang menghadapi biaya tinggi dan beban birokrasi dalam bersaing dengan pemain global, sekaligus mendorong pertumbuhan sektor teknologi bersih.

Dalam kerangka Clean Industrial Deal, tersedia dana sebesar 100 miliar euro (sekitar US$105 miliar) untuk mendukung manufaktur bersih yang berbasis di UE serta menyederhanakan proses pengadaan publik untuk teknologi bersih. Namun, belum jelas berapa besar dari total dana tersebut yang benar-benar merupakan modal tambahan baru.

Meskipun kebijakan ini masih harus melalui prosedur legislatif yang panjang, para analis dari Jefferies menilai bahwa Clean Industrial Deal “menunjukkan sinyal penting dari niat Uni Eropa untuk mempercepat dan mendukung secara fiskal proses dekarbonisasi industrinya.”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper