Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia mendapatkan kucuran dana US$4,5 juta untuk mengelola sampah plastik.
Pendanaan itu diberikan setelah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menghadiri penandatanganan Perjanjian Pendanaan Proyek Pengelolaan Sampah antara Clean Rivers dengan Project Stop saat World Governments Summit 2025 di Dubai, Uni Emirat Arab.
Penandatanganan perjanjian pendanaan tersebut merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) mengenai Penanganan Kebocoran Sampah Plastik ke Laut di Indonesia yang telah ditandatangani pada 23 April 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan penandatanganan perjanjian pendanaan tersebut menandai komitmen bersama dalam pengelolaan sampah plastik, khususnya untuk mengurangi kebocoran sampah ke laut di Indonesia
“Kerja sama ini tidak hanya melibatkan pemerintah, tetapi juga masyarakat dan sektor swasta yang semuanya memiliki peran penting dalam menciptakan solusi jangka panjang bagi tantangan lingkungan kita,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (14/2/2025).
Project stop merupakan inisiatif yang fokus pada pengelolaan sampah plastik dengan pendekatan yang berbasis pada pencegahan kebocoran sampah ke lingkungan khususnya ke laut.
Baca Juga
Dalam proyek ini, United Nations Development Programme (UNDP) dan Clean Rivers bekerja sama untuk menyediakan solusi yang melibatkan komunitas lokal dan kolaborasi antar sektor.
Proyek tersebut merupakan inisiatif yang didanai oleh UNDP dan Clean Rivers dengan total bantuan sebesar US$4,5 juta yang akan dilaksanakan selama 2 tahun sampai dengan 31 Juli 2027.
Airlangga menilai melalui proyek ini diharapkan akan tercipta solusi nyata dalam pengelolaan sampah plastik, khususnya di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
Menurutnya, proyek ini merupakan langkah maju yang penting dalam upaya Indonesia untuk mengurangi sampah plastik khususnya di perairan Indonesia. Dengan adanya komitmen tersebut, Indonesia terus memperkuat upaya mengatasi permasalahan sampah plastik, yang menjadi ancaman serius bagi kelestarian lingkungan, sekaligus berperan aktif dalam pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
“Penandatanganan perjanjian ini adalah wujud nyata dari sinergi internasional yang solid, yang mengedepankan keberlanjutan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik,” kata Airlangga.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faiso Nurofiq menuturkan pihaknya akan mengeluarkan surat paksaan kepada pemerintah daerah untuk dapat mengelola sampahnya.
Kementerian Lingkungan Hidup telah melakukan pengawasan terhadap 343 tempat pemrosesan akhir (TPA) yang terindikasi masih melakukan open dumping dan terdapat potensi sanksi paksaan pemerintah terhadap pengelolanya. Pasalnya, seluruh TPA di Indonesia tidak ada lagi yang melakukan open dumping pada 2026.
“Kami akan menyiapkan paksaan kepada 343 dari 416 bupati dan wali kota di Indonesia,” ucapnya.
Dalam paksaan tersebut terdapat fokus pemerintah daerah yakni penutupan tempat pembuangan akhir sampah yang dinilai karut marut dan penutupan TPA secara bertahap. Jika pemerintah daerah tidak melaksanakan, maka akan dikenakan sanksi pidana.
Surat paksaan terkait pengelolaan sampah ini sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka pengurangan sampah di masing-masing daerahnya. Pasalnya, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 disebutkan bupati/wali kota mendapat mandat untuk menangani sampah hingga kemudian pemerintah pusat menagih progres tersebut.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), jumlah timbulan sampah pada 2023 mencapai 38,4 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, sampah yang terkelola secara nasional baru mencapai 61,62%. Adapun timbulan sampah merujuk pada volume atau berat total sampah yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.
Kementerian Lingkungan Hidup juga mengirim surat resmi kepada 613 produsen di Indonesia untuk menyusun peta jalan pengurangan sampah oleh produsen sesuai mandat Peraturan Menteri LHK Nomor P.75 Tahun 2019.