Bisnis.com, JAKARTA – Penajaman kebijakan pemerintah menjadi senjata mendorong penerapan prinsip environmental, social, and governance (ESG) dalam setiap aktivitas bisnis di Tanah Air.
Associate Professor SBM ITB Achmad Ghazali mengatakan prinsip ESG jangan hanya dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi usaha yang tujuannya untuk keuntungan.
“Kalau efisiensi usaha sebagai tujuan memang wajar, tapi tidak sustain. Kalau hanya efisiensi yang dikejar, habis itu mengeksploitasi, di situ bakal banyak gesekan dengan sosial maupun lingkungan,” ujarnya di sela diskusi bertajuk Knowledge Management Summit SBM ITB in Sustainability, Rabu (5/1/2025).
Menurutnya, untuk mendorong penerapan ESG dalam praktik bisnis, intervensi pemerintah dibutuhkan dengan menghadirkan kebijakan-kebijakan strategis terkait semangat keberlanjutan.
Achmad menambahkan, standar keberlanjutan di Tanah Air perlu ditingkatkan. Sudah saatnya pemerintah, lanjutnya, melakukan leap frog untuk meningkatkan standar ESG.
“Misalnya dalam mengembangkan energi baru terbarukan, jangan cuma wacana, tetapi harus ada lompatan radikal yang diusung pemerintah, beserta korporasi dan juga akademisi,” tambahnya.
Baca Juga
Forum diskusi yang menjadi rangkaian HUT ke-21 SBM ITB ini juga menghadirkan pembicara di berbagai bidang, seperti Founder and CEO Amartha Andi Taufan, CEO Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE) John Anis, Direktur Ketenagakerjaan Bappenas Nur Hygiawati Rahayu dan Managing Director Energy Shift Institute Putra Adiguna.
John Anis, yang juga merupakan almamater ITB menceritakan bagaimana Pertamina NRE yang saat ini menjadi salah satu penggerak transisi energi di Indonesia, mendorong peningkatan kapasitas manajerial yang berkelanjutan.
John menjelaskan, sebagai agen penggerak transisi energi, pegawai Pertamina NRE harus juga memiliki kapasitas hingga komitmen yang kuat untuk mendukung visi perusahaan.
“Jadi kami juga putting our employees at the heart of our business. Kita ingin mengembangkan mereka semaksimal mungkin, dengan memberikan kompetisi development yang cukup masif,” ujarnya.
Saat ini, Pertamina NRE bekerja sama dengan universitas terkemuka di dunia sebagai ruang pengembangan kapasitas bagi pegawai Pertamina. Peningkatan kapasitas pegawai menjadi mutlak, lanjutnya, karena dinamika industri terus bergerak.
Selain itu, Founder and CEO Amartha Andi Taufan menjelaskan, prinsip keberlanjutan tidak bisa dipisahkan dengan praktik bisnis Amarta. Pasalnya, sebagai perusahaan teknologi finansial yang fokus mendukung pembiayaan kepada pelaku UMKM perempuan, Amarta memberikan potensi penciptaan lapangan kerja dan membangun pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
“Kami bekerja sama dengan investor dari Eropa, mereka semua fokus dengan ESG. Dengan begitu, sepertinya kami juga seharusnya sudah melakukan prinsip tersebut terlebih dahulu, tidak hanya sebagai aspek due diligence kepada investor,” ujarnya.
Untuk mendorong peningkatan kualitas hasil pendanaan UMKM, Amarta juga bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat untuk mendorong aktivitas bisnis lebih berkualitas. Selain itu, Andi menjelaskan, aktivitas pelestarian lingkungan juga tidak luput dari perhatian Amarta, seperti menanam pohon dan mangrove.
“Karyawan kami ada sekitar 9.000 orang yang tiap hari melakukan pendampingan kepada UMKM. Mereka menggunakan sepeda motor. Kami punya komitmen untuk melakukan carbon offset dengan menanam pohon ataupun mangrove,” tambahnya.