Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memiliki pekerjaan rumah dalam memastikan penghiliran nikel mencakup pelestarian lingkungan dan penciptaan lapangan pekerjaan yang melindungi keselamatan dan kesejahteraan pekerja.
Peta jalan green jobs atau pekerjaan hijau dari Bappenas mendefinisikan pekerjaan hijau sebagai pekerjaan yang berkontribusi untuk melestarikan atau memulihkan lingkungan dan mempromosikan pekerjaan yang layak melalui satu atau lebih mekanisme. Dengan memiliki tugas tertentu, maka membutuhkan keterampilan tertentu untuk penerapan proses ramah lingkungan dan output produksi baik produk dan layanan yang ramah lingkungan.
Pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka terus mendorong program penghiliran nikel untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% yang tercantum dalam Asta Cita. Keseriusan ini dibuktikan dengan pembentukan satuan tugas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional yang diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025 pada 3 Januari 2024.
Presiden Prabowo pun menunjuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, sebagai ketua satgas dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi melalui percepatan penghiliran di berbagai sektor termasuk nikel serta mempercepat terwujudnya ketahanan energi nasional.
Untuk dketahui, kebijakan penghiliran nikel diklaim meningkatkan pendapatan ekonomi nasional sebesar 21,2% hingga 21,6% dan menciptakan penyerapan tenaga kerja hingga 13,83 juta dalam 10 tahun terakhir.
Namun, tingkat kemiskinan di daerah penghasil nikel cenderung stagnan bahkan di dua daerah, yaitu Halmahera Selatan dan Konawe cenderung meningkat. Dampak kerusakan lingkungan, seperti deforestasi dan pencemaran lingkungan serta dampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja dan masyarakat menjadi tantangan yang membutuhkan perhatian besar dari pemerintah.
Baca Juga
Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia Ridwan Arif mengatakan apabila pemerintah serius berkomitmen terhadap pelestarian lingkungan hidup, maka sebagai prioritas ke-11 dari 17 program prioritas Pemerintahan Prabowo – Gibran kebijakan penghiliran nikel sudah seharusnya lebih berorientasi pada keberlanjutan lingkungan.
Di tengah ancaman krisis iklim yang tengah terjadi, dekarbonisasi industri dan transformasi ekonomi ke arah ekonomi hijau yang lebih berkelanjutan menjadi kondisi ideal yang harus dicapai.
Dia menuturkan terdapat 3 faktor yang menjadi alasan penghiliran belum bisa dikatakan sebagai green jobs yakni masih lemahnya perlindungan pekerja, dampak sosial kepada masyarakat, dan praktiknya yang masih banyak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Untuk itu, industri pengolahan nikel sudah seharusnya memenuhi prinsip Environmental, Social and Governance (ESG) menuju transformasi ke arah dekarbonisasi industri dan praktik industri yang bertanggung jawab.
Menurutnya, industri nikel yang bertanggung jawab akan memiliki implikasi jangka panjang baik terhadap ekosistem lokal maupun daya saing produk nikel Indonesia di pasar internasional.
Ridwan menilai ekosistem industri nikel belum sepenuhnya mendukung transisi energi bersih karena pengolahan nikel masih mengandalkan captive power batu bara yang menghasilkan emisi gas rumah kaca tinggi. Dari kapasitas 18 gigawatt (GW) pembangunan PLTU yang direncanakan pemerintah, 13 GW untuk mendukung industri nikel.
“Akuntabilitas dan transparansi data perlu ditingkatkan agar penghiliran nikel selaras dengan tujuan transisi energi bersih. Ini penting kolaborasi dan koordinasi multi pihak baik pemerintah, industri tambang nikel dan pengolahannya, serta masyarakat sipil untuk memastikan kepentingan ekonomi, perlindungan sosial, dan lingkungan dapat berjalan bersama,” ujarnya dikutip Selasa (28/1/2025).
Deputi Direktur Industri Hijau Kementerian Perindustrian Taufik Achmad menuturkan smelter nikel akan menunjang transisi energi. Namun, dalam prosesnya terdapat teknologi yang digunakan untuk menekan pencemaran.
“Geliat penghiliran ini masih didominasi sektor energi. Untuk sektor manufaktur dan industri pengolahan nonmigas saat ini masih belum tersentuh,” katanya.
Selain menunjang transisi energi, keberadaan smelter nikel berpotensi pada terciptanya green jobs yang tidak hanya untuk smelter tetapi menciptakan green jobs di berbagai industri manufaktur yang berkaitan dengan nikel.
Critical Minerals Transition Project Lead WRI Indonesia Reza Rahmaditio menuturkan kebutuhan energi yang besar dalam smelter apabila digantikan dengan energi baru terbarukan (EBT) tentu akan menciptakan green jobs tidak hanya di smelter itu sendiri.
“Untuk memenuhi kebutuhan EBT di smelter, diperlukan berbagai manufaktur yang menghasilkan EBT. Misalnya, manufaktur solar panel, wind turbine, dan manufaktur low carbon lainnya,” ucapnya.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita Silaban berpendapat pemerintah seharusnya tidak hanya menjelaskan kebijakan yang berkaitan dengan penutupan pertambangan karena isu kerusakan lingkungan tetapi juga berfokus pada pekerjanya. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif untuk para pekerja bertransisi pada pekerjaan ramah lingkungan.
“Pemerintah perlu melihat upah pekerja di industri nikel saat ini jauh lebih rendah dari biaya hidup di sana. Green jobs menciptakan jutaan lapangan pekerjaan dari transisi energi. Namun, pernahkah pemerintah melihat berapa persen pekerja yang sudah memahami isu ini? Lalu, bagaimana dengan ketersediaan infrastruktur atau skill yang dipersiapkan untuk pekerjaan ini?. Pemerintah juga tidak pernah menjelaskan bagaimana peran dan peluang yang bisa diambil pekerja, nyatanya masih banyak pengangguran,” tuturnya.
Menurut Elly, diperlukan perlindungan hak dan keselamatan kerja, peningkatan keterampilan, pengembangan ekosistem tenaga kerja, advokasi dan dialog sosial, serta perlindungan sosial dan intensif untuk green jobs.