Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ARUKI Sebut COP29 Gagal Cegah Perluasan Dampak Krisis Iklim

Konferensi iklim ke-29 atau COP29 dinilai belum mengakomodasi mitigasi dampak krisis iklim di kalangan negara-negara berkembang
Gerbang menuju lokasi KTT Iklim, yakni Conference of the Parties atau COP 29 di Baku, Azerbaijan pada Minggu (10/11/2024). / Bloomberg-Andrey Rudakov
Gerbang menuju lokasi KTT Iklim, yakni Conference of the Parties atau COP 29 di Baku, Azerbaijan pada Minggu (10/11/2024). / Bloomberg-Andrey Rudakov

Bisnis.com, JAKARTA – Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) yang menaungi 30 organisasi iklim di Indonesia menilai COP29 Azerbaijan telah gagal menghasilkan keputusan untuk mencegah perluasan dampak buruk krisis iklim. 

Kegagalan tersebut tecermin dari ambisi penurunan emisi global yang jauh dari harapan. Selain itu, komitmen pendanaan iklim negara maju tak kunjung terealisasi dan kesepakatan pasar karbon justru berpotensi memperparah ancaman krisis iklim.

“Hasil COP29 menunjukkan negara-negara maju telah gagal merevisi target pengurangan emisi. Tidak ada satupun negara yang berani menjadi pionir dalam memimpin penurunan emisi yang lebih tajam. Kondisi ini meningkatkan risiko suhu bumi rata-rata melampaui 1,5 derajat celcius,” kata Direktur Eksekutif Yayasan Pikul Torry Kuswardono dalam siaran pers, Selasa (3/12/2024).

Menyitir laporan The Carbon Majors Database, laju emisi bahan bakar fosil justru makin tak terkendali sejak Perjanjian Paris ditetapkan pada 2017. Secara historis, 78 entitas perusahaan bertanggung jawab atas pelepasan 70% emisi karbon global. Entitas ini didominasi perusahaan dari Amerika Serikat, China, dan Timur Tengah.

ARUKI mengemukakan pelepasan emisi yang tidak proporsional ini telah mempercepat laju pemanasan suhu global. Ketika keuntungan ekonomi dinikmati entitas-entitas tersebut, miliran manusia di kawasan rentan menanggung risiko krisis iklim terberat.

Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Keadilan Iklim (ICEL) Syaharani mengatakan perundingan mitigasi iklim dalam COP29 mengalami kemunduran dibandingkan dengan COP28. Hal ini terlihat dari dihapusnya komitmen transisi energi dari bahan bakar fosil.

Di sisi lain, kesepakatan mengenai kontribusi pendanaan iklim juga dinilainya jauh dari aspek keadilan. Janji negara maju untuk menyediakan dana iklim sebesar US$300 miliar per tahun masih jauh dari kebutuhan negara berkembang yang menembus US$2,5 triliun.

“Target US$1,3 triliun yang diharapkan tercapai pada 2035 juga berpotensi menjadi beban utang bagi negara-negara miskin dan berkembang,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper