Bisnis.com, JAKARTA – Para negosiator iklim berhasil mencapai kesepakatan soal aturan pasar karbon global yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari pertama pelaksanaan Konferensi Iklim atau COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Mengutip Bloomberg, para pendukung kesepakatan ini berpendapat bahwa kehadiran pasar baru ini dapat menjadi standar acuan perdagangan karbon. Proposal berbasis pasar tersebut digadang-gadang akan membuka aliran dana senilai miliran dolar untuk mendukung proyek-proyek mitigasi emisi di negara-negara berkembang. Di sisi lain, para pembeli kredit karbon yang didominasi negara kaya dapat memenuhi target iklim mereka.
Aturan yang mengacu pada Pasal 6.4 Perjanjian Paris 2015 itu menetapkan bahwa negara-negara harus memperdagangkan kredit karbon melalui pasar yang dioperasikan PBB. Meski demikian, implementasi dari Perjanjian Paris itu cenderung minim karena perbedaan pendapat dalam aspek sifat pelaksanaan, apakah tambahan dari inisiasi nasional ataukah dapat didiversifikasi.
Presiden COP29 Mukhtar Babayev mengakui bahwa kesepakatan akhir tentang Pasal 6 sudah lama tertunda. Dia menyebut kesepakatan mengenai Pasal 6 merupakan hal penting untuk memastikan perlindungan planet ini membuahkan hasil. Para negosiator masih perlu menyepakati aturan untuk Pasal 6.2, yang menetapkan kerangka kerja untuk perdagangan bilateral.
"Dengan mencocokkan pembeli dan penjual secara efisien, pasar semacam itu dapat mengurangi biaya penerapan NDC hingga US$250 miliar per tahun," kata Babayev.
NDC atau National Determined Contributions merupakan kontribusi yang ditentukan secara nasional oleh masing-masing negara untuk memenuhi target iklim global yang diabadikan dalam perjanjian Paris.
Baca Juga
Meski demikian, kolompok aktivis iklim menyatakan keragu-raguan mengenai kesepakatan ini. Carbon Market Watch mengatakan bahwa salah satu masalah utama dari mekanisme pasar karbon adalah bagaimana memastikan proyek mitigasi emisi bisa menangani risiko pembalikan, di mana karbon yang tersimpan bocor kembali ke atmosfer, seperti melalui kebakaran.
“Memulai COP29 dengan ‘kesepakatan rahasia’ menjadi preseden buruk bagi transparansi dan tata kelola yang tepat,” kata Isa Mulder, pakar kebijakan pasar karbon global untuk Carbon Market Watch.
Sementara itu, Ketua Delegasi Indonesia untuk COP29 Hashim Djojohadikusumo dalam pidato pembukaan paviliun Indonesia mengatakan kesiapan Indonesia untuk berpartisipasi dalam pasar karbon global ini.
Hashim mengatakan selama kurun 2018-2020, Indonesia telah menyerap 577 juta ton karbon. Kredit penyerapan karbon tersebut siap ditawarkan kepada negara-negara atau korporasi.
“Beberapa negara telah menyatakan ketertarikan untuk membeli, seperti Kerajaan Norwegia dengan komitmen 300 juta ton. Negara Teluk juga menawarkan untuk membeli 287 juta ton karbon dan Kementerian Lingkungan Hidup juga menyiapkan kesiapan karbon kredit sebanyak 600 juta ton yang akan ditawarkan dalam dua bulan ke depan,” paparnya.