Bisnis.com, JAKARTA — Berdasarkan data emisi karbon atau CO2 pada 2022, Indonesia menempati peringkat 11 dengan menghasilkan 648 ton CO2e di antara negara-negara yang tergabung dalam G20. Perlu dukungan anggaran pendapatan dan belanja (APBN) untuk menekan emisi karbon.
Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kementerian Keuangan Noor Syaifudin menyatakan jika dilihat berdasarkan produk domestik bruto (PDB) per kapita, Indonesia berada pada urutan 19, sedangkan berdasarkan emisi per kapita menempati posisi ke-18.
"Ini tidak berarti bahwa pemerintah tidak aware. Pemerintah sangat aware dengan ini, makanya pemerintah menyelaraskan target pembangunan kita dengan visi jangka panjang kita," ujar Noor dalam paparannya pada Diskusi Publik: Kontribusi APBN Bagi Ekonomi Hijau & Biru Indonesia, dikutip pada Kamis (28/3/2024).
Target pembangunan Indonesia di antaranya mengembangkan karbon rendah dan strategi mitigasi perubahan iklim, pengembangan ketahanan iklim dan strategi adaptasi perubahan iklim, kebijakan fiskal dan pembiayaan perubahan iklim, dan kebijakan makro serta mikroprudensial.
Target tersebut diselaraskan dengan visi jangka panjang Indonesia untuk menjadi negara adil, makmur, dan maju pada 2024, bangsa rendah karbon dan berketahanan iklim, dan emisi net zero pada 2060 atau lebih cepat.
Demi mencapai visi tersebut, diperlukan transisi yang adil dan terjangkau untuk membentuk perekonomian berkelanjutan serta hijau. Menurut Noor, waktu transisi bergantung pada komitmen masyarakat untuk berkontribusi dalam menciptakan lingkungan hijau.
Baca Juga
Dalam masa transisi tersebut, pemerintah telah mengerahkan dukungan APBN untuk meringankan, bahkan membebaskan pajak terhadap teknologi terbarukan, seperti mobil listrik.
Dalam hal belanja pemerintah, kapasitas anggaran diperkuat melalui transfer fiskal ekologis, penyediaan penyangga fiskal untuk membiayai risiko bencana, dan pembangunan infrastruktur hijau.
Instrumen pembiayaan yang lebih berkelanjutan juga diimplementasikan melalui penerbitan Global dan Retail Green Sukuk, Blue Bond, dan SDG Bond yang terdiri dari Social Focus, Green Focus, dan Blue Focus.
Di sisi lain, pemerintah mendapat 10 sumber pendanaan non APBN dari lembaga nasional hingga internasional, termasuk dari Indonesia Climate Change Trust Fund, Green Climate Fund, Global Environment Facility, dan SDG Indonesia One.
Dalam rangka memperkuat pendanaan menuju ekonomi hijau dan biru, Presiden Joko Widodo meresmikan Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada 26 September 2023.
Di bawah naungan Bursa Efek Indonesia, IDX Carbon menjadi realisasi dari komitmen pemerintah untuk mengembangkan perdagangan karbon yang transparan, tertib, dan sesuai praktik dunia sehingga membuka potensi perdagangan karbon Indonesia.
Adapun, Indonesia menjadi negara kepulauan dengan sebanyak 65% penduduknya tinggal di wilayah pesisir.
Perubahan iklim menyebabkan kenaikan permukaan laut sebanyak 0,8—1,2 cm dan meningkatkan frekuensi paparan bencana hidrometeorologis, yang saat ini mendominasi 80% dari total bencana di Indonesia.
Noor mengatakan, jika pemerintah dan masyarakat tidak mendorong aksi untuk menanggulangi perubahan iklim, akan berdampak ke penurunan PDB Indonesia atau pertumbuhan ekonomi pada 2030 di angka 3%—4%.
"Kita harus melihat bahwa perubahan iklim ini sebagai sesuatu yang contingent di masa depan yang akan berdampak pada struktur ekonomi kita, padahal di sisi yang lain, kita bangsa Indonesia di 2045 akan menjadi negara maju. Visi Indonesia emas," pungkas Noor. (Chatarina Ivanka)