Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proper dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Tren Ketaatan Korporasi Melesat dalam 20 Tahun

Kepedulian pelaku usaha yang membantu pengelolaan lingkungan secara lestari terus meningkat dalam 20 tahun terakhir.
Presiden Joko Widodo (tengah) meresmikan peluncuran Bursa Karbon Indonesia, Selasa (26/9/2023) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar (kedua kiri), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Kanan), serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. / dok.Setpres
Presiden Joko Widodo (tengah) meresmikan peluncuran Bursa Karbon Indonesia, Selasa (26/9/2023) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kedua kanan), Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar (kedua kiri), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (Kanan), serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar. / dok.Setpres

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat tingkat ketaatan korporasi dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) dalam pengelolaan lingkungan hidup naik signifikan dalam 20 tahun terakhir.

Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan jumlah korporasi yang membantu pengelolaan lingkungan secara lestari terus meningkat, dari 82 perusahaan pada 2003, meningkat menjadi 1.914 perusahaan pada 2014, dan 3.694 perusahaan pada 2023.

“Sudah bukan saatnya lagi untuk membenturkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan sosial, dan kepentingan ekologi. Seluruh kepentingan harus dapat diakomodir secara harmonis untuk tujuan yang lebih besar lagi yaitu keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang tentunya diorkestrasikan oleh tata kelola lingkungan yang baik,” katanya dalam keterangan resmi, usai seminar ESG bertajuk Selamatkan Planet Bumi melalui Penerapan Prinsip ESG, Minggu (18/2/2024).

Selain itu, sambung Agus, sertifikasi mandatory untuk produk hasil hutan yang diekspor, yaitu Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) meningkat dari 2.724 industri pemegang sertifikat pada 2017 menjadi 5.462 industri pemegang sertifikat pada 2023.

Peningkatan pelaku usaha pemegang SVLK, katanya, seiring dengan peningkatan tren ekspor produk hasil hutan dari 10,93 juta dolar AS pada tahun 2017 menjadi 13,17 juta dolar AS pada tahun 2023.

“Atas berbagai tantangan yang dihadapi saat ini dan untuk mengantisipasi tantangan di masa datang, pemerintah bersama para pihak, termasuk dunia usaha, perlu dapat segera merumuskan new business platform pemanfaatan sumber daya alam. Ke depan, pemanfaatan sumber daya alam diharapkan dapat diusahakan pada aset lahan yang kecil, namun memiliki value/nilai bisnis yang besar,” ujarnya.

Pemerintah telah melakukan berbagai pendekatan, dimulai dengan melaksanakan intervensi melalui regulasi, pengendalian dan pengawasan, penegakan hukum, peningkatan kapasitas, hingga pengembangan sistem inventarisasi dan pemantauan.

Berbagai pendekatan yang telah dikembangkan tersebut,  diimplementasikan dengan berpedoman pada berbagai instrumen kebijakan, baik dalam bentuk instrumen regulasi pemerintah, maupun instrumen yang berlaku dalam skala global seperti antara lain Sustainable Development Goals (SDGs), UN-CBD, Convention on Biodiversity, Protokol Nagoya, dan Paris Agreement.

“Atas langkah kerja yang telah ditempuh oleh pemerintah, sebagai contoh berupa indikator kinerja pembangunan sektor kehutanan, dapat ditunjukkan menjadi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor kehutanan yang salah satunya dengan ukuran pencapaian tingkat laju deforestasi hutan terendah dalam sejarah kehutanan Indonesia. Kemudian dalam konteks pemanfaatan hutan, adanya transformasi dari single-licensed yang utamanya hanya terfokus pada pemanfaatan hasil hutan kayu, menjadi skema Multi Usaha Kehutanan,” katanya.

Indikatornya, pemegang hak akses pemanfaatan hutan tidak hanya bagi korporasi, namun juga masyarakat melalui skema Perhutanan Sosial.

Hingga saat ini, KLHK telah mencatatkan hampir 1,3 juta Kepala Keluarga di Indonesia melalui 9.642 SK Persetujuan Perhutanan Sosial yang memperoleh akses legal untuk memanfaatkan 6,3 juta hektare kawasan hutan.

Kemudian lebih dari 75 ribu Kepala Keluarga melalui 131 SK Hutan Adat juga telah memperoleh akses kelola 250 ribu hektare kawasan hutan.

KLHK pun akan terus mengembangkan pembangunan sektor lingkungan hidup dan kehutanan yang memegang teguh asas keberlanjutan dengan pilar Environmental, Social, dan Governance (ESG). Hal itu untuk menjawab tantangan kompleksitas isu lingkungan, permasalahan sosial, dan pemanfaatan ekonomi dalam pembangunan.

Koordinator Tim Ahli Sekretariat Nasional SDGs Kementerian PPN/Bappenas Yanuar Nugroho juga menyatakan soal perlunya keterlibatan dunia usaha untuk menerapkan prinsip ESG. Menurut dia, Pihak swasta perlu melakukan alignment ESG sehingga dapat mendukung percepatan pelaksanaan SDGs.

Yanuar menekankan, bahwa mengintegrasikan tujuan ekonomi dan sosial tanpa mengesampingkan dampak lingkungan dapat meningkatkan daya saing dan profitabilitas perusahaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Gajah Kusumo
Editor : Gajah Kusumo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper