Bisnis.com, JAKARTA — Pendanaan iklim menjadi perhatian serius Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) seiring dengan upaya mendukung negara-negara berkembang mengurangi emisi karbon dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim yang semakin memburuk.
Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim Simon Stiell mendorong aksi nyata dari negara-negara maju yang telah bersepakat untuk memulai transisi dari bahan bakar fosil untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim.
“Dunia perlu mengumpulkan setidaknya US$2,4 triliun agar tujuan-tujuan perubahan iklim global tetap dapat dicapai,” ungkapnya, saat berbicara di depan sekelompok mahasiswa di Akademi Diplomatik Azerbaijan di Baku, seperti dikutip Reuters, Jumat (2/2/2024).
Kebutuhan dana iklim yang sedikitnya mencapai US$2,4 triliun itu setidaknya setara kurang dari 10% market cap atau kapitalisasi pasar Bursa Efek New York (NYSE) yang mencapai US$25 triliun per September 2023.
Stiell pun mendesak langkah-langkah yang perlu diambil tahun ini dalam COP29 di Azerbaijan (11—24 November 2024) untuk mengubah komitmen-komitmen yang dibuat dalam KTT Iklim COP28 pada November 2023 di Dubai menjadi kenyataan.
Sebagai catatan, COP28 di Uni Emirat Arab pada 30 November—12 Desember 2023 gagal mencapai konsensus mengenai draf naskah kesepakatan akhir yang diharapkan. Kegagalan terutama menyangkut soal Global Stocktake (GST) dan Artikel 6 Perjanjian Paris.
Baca Juga
Global Stocktake adalah proses penilaian komprehensif yang dilakukan oleh Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). GST bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan dan efektivitas tindakan mitigasi dan adaptasi yang diambil oleh negara-negara dalam mengatasi perubahan iklim.
Proses ini merupakan bagian integral dari Perjanjian Paris yang diadopsi pada Konferensi Iklim COP21 di Paris pada 2015. Menurut kesepakatan tersebut, GST akan dilakukan setiap 5 tahun sekali untuk memastikan bahwa tindakan global yang diambil sejalan dengan tujuan untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celsius di atas level pra-industri atau tepatnya membatasi kenaikan suhu hingga maksimal 1,5 derajat Celsius.
Sementara itu, Artikel 6 Perjanjian Paris mengacu pada bagian dari Perjanjian Iklim Paris yang mencakup isu-isu perdagangan emisi dan mekanisme pasar karbon.
Artikel 6 bertujuan untuk memberikan dasar hukum bagi pengembangan mekanisme pasar perdagangan karbon yang dapat digunakan oleh negara-negara untuk mencapai dan meningkatkan target-target mitigasi mereka.
"Jelas bahwa untuk mencapai transisi ini, kita membutuhkan uang yang banyak setidaknya US$2,4 triliun. Sudah sangat jelas bahwa keuangan adalah faktor penentu dalam perjuangan iklim dunia ini,” tandasnya.
Sistem Keuangan Global Diminta Kerek Pendanaan Iklim
Untuk itu, dia berharap pada tahun ini sistem keuangan global dan bank-bank multilateral dapat memenuhi tugas untuk meningkatkan pendanaan iklim. Stiell bahkan mendesak perbankan meningkatkan hingga tiga kali lipat jumlah hibah iklim pada 2030 serta meningkatkan hingga tiga kali lipat laju modal swasta yang mereka dapatkan.
Lebih jauh, dia memperingatkan sejumlah negara untuk tidak "merayakan kemenangan" pascakesepakatan UAE, yang memungkinkan negara-negara untuk bersembunyi di balik "celah-celah’.
"Tindakan yang kita ambil dalam dua tahun mendatang akan membentuk seberapa banyak kerusakan yang dapat kita hindari akibat perubahan iklim selama dua dekade mendatang,” tambahnya.
Adapun, KTT Iklim COP28 di Dubai telah menyepakati komitmen dana iklim sebesar US$700 juta pada 2024, di mana Bank Dunia telah ditunjuk sebagai penyalur dana.
Sementara itu, sepanjang 2023 (per Oktober 2023), Bank Dunia mengklaim telah menyalurkan rekor Dana Iklim sebesar US$38,6 miliar dalam program pemberantasan kemiskinan. Jumlah pendanaan iklim tersebut naik 22% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Laporan Bank Dunia menyebut pendanaan iklim sebesar itu mencapai 41% dari total pembiayaan yang mencapai US$95 miliar pada 2023.