Bisnis.com, JAKARTA — Pasar litium di China, bahan baku utama baterai, mengalami peningkatan volatilitas, seiring dengan ekspektasi investor terhadap kenaikan harga akibat risiko gangguan pasokan.
Harga litium karbonat (lithium carbonate) yang diperdagangkan di Guangzhou Futures Exchange tercatat naik menyentuh batas atas 8% pada Jumat (25/7/2025), sehingga membuat kenaikan selama sepekan mencapai 14%.
Kenaikan harga tersebut membuat otoritas bursa setempat merilis peringatan guna mencegah perdagangan spekulatif. Harga pun terpantau tertahan pada perdagangan Senin (28/7/2025), tetapi harga saham produsen litium terpantau melesat. Sebagai contoh, harga saham Tianqi Lithium Corp. dan Chengxin Lithium Group Co. telah naik 25% di Bursa Shenzhen pada bulan ini.
Kenaikan harga litium dipicu oleh kekhawatiran bahwa pasokan akan berkurang karena prospek produksi yang suram. Di samping itu, pemerintah China berencana membatasi industri dengan kapasitas berlebih sebagai bagian dari kampanye untuk mengurangi kompleksitas ekonomi atau fenomena involution.
“Aksi spekulatif di tengah euforia pasar telah mendorong harga naik tajam,” ujar Robin Tisserand, kepala logam baterai di perusahaan pialang SCB Group, dikutip dari Bloomberg, Senin (28/7/2025).
Ia menyebutkan bahwa spekulasi tersebut telah menaikkan harga fisik spodumen (mineral silikat aluminium litium) dan menyebabkan volatilitas besar pada kontrak internasional yang diperdagangkan di CME Group.
Baca Juga
Pekan lalu, produsen kendaraan listrik Jiangxi Special Electric Motor Co. melaporkan bahwa aktivitas produksi garam litium di fasilitas mereka di Yichun akan dihentikan selama 26 hari karena pertimbangan biaya dan perawatan.
Selain itu, perusahaan tambang litium Sinomine Resource Group Co. pada Juni 2025 mengumumkan bahwa proyek mereka di Jiangxi akan dihentikan selama enam bulan untuk penyesuaian teknologi.
Pusat produksi lainnya juga mendapat perhatian, dengan Zangge Mining Co. diperintahkan oleh otoritas di Provinsi Qinghai bulan lalu untuk menghentikan aktivitas penambangan ilegal.
“Meskipun dampak volumenya saat ini masih kecil, kekhawatirannya adalah apakah inspeksi terhadap izin tambang akan dijadikan alat untuk mengontrol pasokan, terutama dalam konteks kampanye anti-involution,” tulis Jefferies dalam catatan pada Jumat, sembari menyebut “ekspektasi penguatan inspeksi, yang jika diterapkan secara ketat, bisa memperketat pasar.”