Bisnis.com, JAKARTA — Dana iklim multilateral terbesar di dunia, Green Climate Fund (GCF), mengumumkan rencana investasi terbesar sepanjang sejarahnya dan akan mempercepat proses penyusunan proyek demi membantu negara-negara miskin merespons krisis iklim secara lebih efektif.
GCF berencana mengucurkan sekitar US$1,2 miliar atau sekitar Rp19,57 triliun (asumsi kurs Rp16.312 per dolar AS) mendanai 17 proyek yang sebagian besar berlokasi di kawasan Asia dan Afrika.
Rencana ini mendapat persetujuan dari para pemegang saham, termasuk Amerika Serikat, dalam pertemuan pekan ini, meskipun berlangsung di tengah situasi politik yang tidak stabil dan efisiensi signifikan terhadap bantuan pembangunan.
Menurut laporan OECD pada Juni 2025, bantuan pembangunan resmi (official development assistance/ODA) berpotensi turun 17% tahun in secara global, setelah sebelumnya menurun 9% pada 2024. Penurunan ini terutama disebabkan oleh pemangkasan besar-besaran yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap bantuan luar negeri negaranya.
“Di tengah meningkatnya kebutuhan akan aksi iklim kolektif, GCF hadir untuk menjalankan mandatnya,” ujar Ketua Bersama GCF, Seyni Nafo, dalam pernyataan resmi, dikutip dari Reuters, Jumat (4/7/2025).
Dari total pendanaan tersebut, GCF mengalokasikan US$227 juta untuk inisiatif pengembangan pasar obligasi hijau di 10 negara. Pasar ini memungkinkan perusahaan mengakses pembiayaan untuk proyek-proyek yang berdampak positif terhadap iklim dan lingkungan.
Baca Juga
Di Asia Selatan, GCF akan menanamkan US$200 juta ke dalam India Green Finance Facility guna mendorong transisi ke energi terbarukan dan efisiensi energi. Sementara itu, di Afrika Timur, GCF menginvestasikan US$150 juta untuk memperkuat sistem pangan yang ditargetkan menjangkau hampir 18 juta orang.
Seluruh proyek ini akan membawa nilai total portofolio investasi GCF menjadi US$18 miliar yang tersebar di 133 negara. Hingga saat ini, negara-negara telah menjanjikan kontribusi senilai US$29,9 miliar kepada GCF, dengan US$21 miliar di antaranya telah direalisasikan.
Selain menambah jumlah pembiayaan, Dewan GCF juga menyetujui langkah-langkah percepatan kerja sama dengan mitra pelaksana, termasuk lembaga multilateral dan Direct Access Entities (DAE) di negara berkembang. Proses akreditasi DAE yang sebelumnya memakan waktu rata-rata 30 bulan ditargetkan dapat dipersingkat menjadi sembilan bulan atau kurang, dengan melakukan perombakan prosedur dan memindahkan sebagian besar proses uji kelayakan ke tahap proyek.