Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan alias Kemenkeu mengungkapkan perlu hingga Rp14.000 triliun untuk pendanaan aksi iklim, termasuk seluruh Sustainable Development Goals/SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kemenkeu Masyita Crystallin menjelaskan pendanaan menjadi kunci kesuksesan pemerintah berbagai dunia hadapi krisis iklim. Oleh sebab itu, sambungnya, Kemenkeu memiliki peran penting.
Hanya saja, Masyita menyampaikan bahwa APBN memiliki kontribusi terbatas dalam pendanaan aksi iklim sebesar Rp14.000 triliun itu. Menurutnya, Kemenkeu lebih berperan sebagai pendorong.
"Apa yang kita lakukan untuk sesuatu yang terbatas? Kita pergunakan dengan maksimal, kita leverage [ungkit], kita gunakan untuk catalyzing [katalis]," ujar Masyita dalam acara Climate Finance Day, Selasa (10/6/2025).
Dia mencontohkan Kemenkeu bisa menyertakan mekanisme jaminan atau konsesi persyaratan lunak dalam ekosistem pembiayaan iklim. Dengan demikian, sektor swasta mau masuk ke proyek-proyek hijau.
Apalagi, Masyita mengingatkan bahwa proyek-proyek terkait perubahan iklim memerlukan komitmen berkelanjutan karena sifatnya jangka panjang dan imbal hasil yang cenderung kecil.
Baca Juga
"Jadi harus ada concessional financing, financing murah, atau APBN untuk membiayai perbedaannya," jelasnya.
Selain itu, Masyita mengaku Kemenkeu akan terus mendorong pengembangan berbagai instrumen keuangan inovatif seperti sukuk hijau, yang didasari berdasarkan climate budget tanggung (CBT), penganggaran responsif gender, dan kerangka pembiayaan campuran.
Dia pun berharap ke depan akses keuangan khususnya untuk pemerintah daerah dan kelompok rentang semakin terbuka lebar. Menurutnya, keberlanjutan bukan hanya soal lingkungan namun termasuk sosial dan tata kelola yang baik.
"Oleh karena itu, inklusifitas dan kesetaraan gender tetap menjadi prinsip-prinsip utama yang perlu kita masukkan ke dalam desain kebijakan keuangan berkelanjutan kita," tutupnya.