Bisnis.com, JAKARTA — Belahan bumi bagian utara belum secara resmi memasuki musim panas, tetapi pencatatan suhu di beberapa wilayah telah memberi sinyal bahwa rekor suhu berpotensi kembali dipecahkan tahun ini.
Dari China bagian utara, suhu permukaan jalan dilaporkan menyentuh 70 derajat Celsius. Suhu rata-rata di atas 37 derajat Celsius terpantau di California. Sementara itu di Spanyol, pemerintah setempat mengeluarkan peringatan bagi wisatawan karena kenaikan suhu yang tinggi.
Laporan-laporan yang mengemuka memberi indikasi kuat bahwa musim panas tahun ini bakal berat di berbagai wilayah di Asia, Eropa, dan Amerika Utara.
“Ada kemungkinan suhu pada musim ini dapat memecahkan rekor global,” kata Daniel Swain, seorang ahli klimatologi di Universitas California, Los Angeles (UCLA) seperti dikutip dari Bloomberg.
Cuaca panas dengan suhu ekstrem berisiko merusak tanaman pertanian, mengerek beban energi, hingga memicu kebakaran lahan. Di Amerika Serikat, panas ekstrem diperkirakan menimbulkan kerugian ekonomi senilai US$200 miliar pada 2050.
Tak hanya kebakaran, suhu panas juga berpotensi memicu hujan ekstrem dan banjir. Hal ini dipicu oleh tertahannya kelembapan yang besar oleh udara yang lebih hangat selama musim panas.
“Akan lebih banyak hujan ekstrem dan banjir di wilayah rawan curah hujan tinggi saat musim panas,” tambah Swain.
Ramalan Musim Panas di Asia
Jepang diprediksi mengalami musim panas lebih hangat daripada biasanya, begitu pula di Asia Tenggara menurut laporan pusat meteorologi dan klimatologi Asean.
Di China, kecuali wilayah paling utara, suhu diperkirakan tinggi pada Juni ini. Kekeringan yang melanda wilayah utara bahkan telah berdampak ke produksi gandum selama masa panen. China yang tengah berseteru dalam perang dagang dengan AS harus mencari alternatif pemasok komoditas tersebut di tengah ancaman penurunan produksi.
Meskipun hujan diperkirakan tetap turun di China, peralihan cepat dari cuaca kering ke lembap meningkatkan risiko banjir, longsor, dan kerusakan tanaman.
Di sisi lain, suhu ekstrem di China telah memicu kenaikan signifikan suhu jalanan beraspal. Dan untuk tahun ini, otoritas energi China memperkirakan permintaan listrik selama musim panas akan mencapai puncak di angka 100 gigawatt (GW). Kapasitas energi tersebut menyamai kemampuan seluruh pembangkit listrik di Inggris.
Dari Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai dampak suhu panas maksimum harian yang menerpa sejumlah kota besar, termasuk risiko dehidrasi saat beraktivitas di luar ruangan.
Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Fenomena Khusus BMKG Miming di Jakarta pekan lalu menjelaskan bahwa suhu panas maksimum terpantau di berbagai kota besar, yang terpanas tercatat di Aceh Besar, Provinsi Aceh yang mencapai 34,9 derajat Celsius dalam 24 jam terakhir.
Suhu tinggi serupa juga terdeteksi di wilayah padat penduduk lainnya, seperti Bulungan, Natuna, Karimun, dan Anambas di Kepulauan Riau, Tanjung Perak Surabaya di Jawa Timur, dan Tapanuli Tengah di Sumatera Utara.
BMKG mencatat suhu antara 33–33,9 derajat Celsius juga melanda Sentani di Jayapura, Papua, Selebar di Kota Bengkulu, Palembang di Sumatera Selatan, Lampung, serta Sumbawa di NTB. Wilayah di Kalimantan, seperti Kapuas Hulu, Sintang, dan Barito Utara turut mencatat suhu panas signifikan.
Dia menjelaskan fenomena suhu panas ini umumnya dipengaruhi posisi semu matahari yang berada tepat di atas ekuator serta minim tutupan awan. Oleh karena itu, suhu di luar ruangan akan terasa terik meskipun fenomena ini masih termasuk kategori normal.
“Pastikan untuk tetap terhidrasi dengan cukup air minum, terutama saat beraktivitas di luar ruangan," kata dia seperti dilaporkan Antara.
Secara keseluruhan, suhu ekstrem mencerminkan Bumi yang jauh lebih hangat dibanding beberapa dekade lalu. Sejak 1959, kawasan Eropa, Pasifik barat laut, Kanada timur laut, Meksiko, Afrika, dan Timur Tengah mencatat peningkatan ekstrem panas ketika musim panas.
“Peningkatan suhu ekstrem adalah gejala paling jelas dari perubahan iklim,” kata Karen McKinnon, profesor statistik perubahan iklim UCLA. “Kenaikan beberapa derajat saja bisa membuat musim panas terasa jauh lebih ekstrem.”