Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan migas raksasa ExxonMobil berkomentar setelah AS keluar dari perjanjian iklim Paris atau dikenal dengan Paris Agreement.
Director Economics & Energy ExxonMobil Corp. Chris Birdsall mengatakan tidak lama setelah Capres Donald Trump menyampaikan niatnya keluar dari Perjanjian Paris, CEO Exxonmobil Darren Woods, secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya.
Hal ini mengingat negara-negara berupaya bekerja sama melakukan upaya transisi energi untuk mencegah perubahan iklim.
Menurutnya, kondisi di seluruh dunia, merujuk laporan tahunan dari United Nations Environmental Program (UNEP), banyak negara sebenarnya sudah tertinggal dalam memenuhi komitmen mereka terhadap Perjanjian Paris.
“Ada banyak aspirasi dan niat baik yang diumumkan, tetapi implementasi kebijakan seringkali tertinggal,” jelasnya, di sela ExxonMobil’s Energy Outlook: A View to 2050, Rabu (19/2/2025).
Selain itu, melihat ke Uni Eropa, negara-negara tersebut berupaya menerapkan transisi energi sesuai Perjanjian Paris. Mereka telah menerapkan sistem perdagangan emisi (carbon trading system) yang membantu mendorong pengurangan emisi di kawasan tersebut.
Baca Juga
Di sisi lain, Eropa bergerak lebih cepat dibanding negara lain, sebagian industri manufaktur mereka mulai tutup dan berpindah ke negara lain. Misalnya, produksi baja di Eropa menurun, sementara impor baja dari China meningkat, meskipun baja China memiliki intensitas karbon yang lebih tinggi.
Chris menambahkan, hal inilah yang menjadi contoh di mana Perjanjian Paris tidak sepenuhnya berjalan sesuai harapan.
“Namun, seperti yang dikatakan oleh seorang profesor yang memiliki pengalaman dalam pemerintahan, sering kali ada batasan dalam kebijakan, sehingga kita harus memilih opsi terbaik yang dapat diimplementasikan, meskipun bukan yang paling ideal,” imbuhnya.