Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uni Eropa Tunda EUDR, Wamenlu RI Sebut Implementasi Dibayangi Ketidakpastian

Perubahan peta perpolitikan di internal Uni Eropa dan negara besar seperti Amerika Serikat turut mempengaruhi nasib implementasi regulasi antideforestasi EUDR
Kumpulan buah sawit yang telah lepas dari tandan sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Kumpulan buah sawit yang telah lepas dari tandan sebelum dikirim ke pabrik kelapa sawit PT Sahabat Mewah dan Makmur, Belitung Timur, Rabu (28/8/2024). / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina

Bisnis.com, MEDAN — Arah kebijakan Uni Eropa (UE) yang melarang importasi komoditas pertanian terkait deforestasi atau European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) masih belum menentu di tengah perubahan konstelasi politik global. Namun Indonesia disarankan tetap bersiap menghadapi regulasi yang ditunda tersebut.

Sebagaimana diketahui, Parlemen UE resmi menunda implementasi EUDR dari yang mulanya diterapkan akhir Desember 2024 menjadi 30 Desember 2025 bagi pelaku usaha besar, sementara usaha mikro dan kecil diberi kelonggaran hingga 30 Juni 2026. Regulasi ini menyasar komoditas-komoditas yang diduga memicu deforestasi seperti sawit, kedelai, kopi, kakao, karet, dan kayu.

Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno mengatakan perubahan peta perpolitikan di negara anggota UE maupun kekuatan besar lainnya turut mempengaruhi arah kebijakan regional seperti EUDR.

Arif memberi contoh perkembangan terkini perpolitikan Jerman, salah satu kekuatan besar UE. Mengutip Reuters, koalisi pemerintahan Jerman yang dipimpin Kanselir Olaf Scholz kolaps pada November 2024 dan negara tersebut bakal menggelar pemilihan umum pada 23 Februari 2025. Seiring dengan perkembangan ini, Alternative für Deutschland (AfD) dengan haluan ekstrem kanan mengemuka sebagai kekuatan baru.

“Jadi arah EUDR masih  belum diketahui karena perubahan-perubahan ini,” kata Arif dalam seminar internasional bertema regulasi antideforestasi UE yang digelar Rumah Sawit Indonesia, Rabu (19/2/2025).

Kembalinya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump disebut Arif turut menambah ketidakpastian implementasi EUDR. Terlebih dengan sikap Trump yang cenderung tidak pro perubahan iklim dan adanya lobi politik dari pemangku kepentingan di AS.

“Asosiasi kedelai di Amerika Serikat juga telah menyatakan penolakan terhadap EUDR. Namun bukan karena mereka tidak menerapkan sustainability [keberlanjutan], tetapi lebih karena alasan politis yaitu, mengapa Amerika harus sustainable? Why do we have to do this? Itu pernyataan mereka sampaikan terhadap Uni Eropa,” tambahnya.

Arif mengatakan UE tidak menjelaskan secara resmi alasan penundaan EUDR. Namun pemerintah Indonesia melalui duta besar di 18 negara telah menyatakan protes atas rencana implementasi regulasi tersebut.

Meski ditunda, Arif juga menyarankan agar Indonesia tetap bersiap menghadapi implementasi EUDR. Salah satu persiapan tersebut adalah melalui aktivasi Indonesia National Commodity Dashboard sebagai referensi untuk menelusuri asal komoditas seperti sawit, karet, kakao, kopi, dan kayu.

“Kita perlu terus menyampaikan bahwa keberlanjutan bukanlah monopoli Eropa. Kita juga memiliki kemampuan untuk menerapkannya dalam berbagai bidang dan kebijakan,” kata Arif.

Sementara itu, Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia Kacuk Sumarto mengatakan regulasi EUDR tidak bisa dikesampingkan. Bagaimanapun, Uni Eropa adalah salah satu destinasi ekspor komoditas perkebunan Indonesia, tak terkecuali sawit dan produk turunannya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor minyak nabati ke lima negara ekonomi terbesar UE hingga November 2024 mencapai US$1,77 miliar. Sementara nilai ekspor pada 2022 menembus US$2,54 miliar dan 2023 sebesar US$1,78 miliar.

“Untuk pengembangan sawit harus ada tata caranya karena kita juga berdagang dengan Eropa. Sebagai pembeli, merekalah rajanya. Jika mereka meminta kriteria begini begitu, memang itulah yang mereka minta sebagai pembeli,” kata Sumarto.

Dalam skenario perdagangan komoditas perkebunan ke Uni Eropa tidak berlanjut, Sumarto mengatakan Indonesia perlu menyiapkan pasar alternatif untuk mengkompensasi hilangnya devisa ekspor.

“Indonesia boleh tidak berdagang dengan Eropa, tetapi harus ada alternatif berdagangnya ke mana. Pemerintah harus memfasilitasi, nggak boleh hanya melarang saja, tetapi memfasilitasi, memberikan alternatif,” imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper