Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PBB: Komitmen Iklim Global Berlanjut Meski AS Mundur dari Perjanjian Paris

PBB menyebutkan banyak negara yang terus berkomitmen menangkal perubahan iklim meskipun AS mundur dari Perjanjian Paris
Hutan tropis Indonesia menjadi salah satu kunci keseimbangan alam/Bloomberg-Dimas Ardian
Hutan tropis Indonesia menjadi salah satu kunci keseimbangan alam/Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meyakini negara-negara tetap berpegang pada rencana iklim nasional mereka dan berlomba untuk memimpin transisi energi bersih, meskipun Amerika Serikat (AS) berencana keluar dari Perjanjian Paris.

Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) Simon Stiell dalam pidatonya pekan ini menyampaikan negara-negara untuk memperkuat rencana iklim nasional mereka pada 2025. Pernyataan ini disampaikan setelah Presiden AS Donald Trump menegaskan kembali rencananya untuk menarik diri dari Perjanjian Paris.

"Satu negara mungkin mundur, tetapi yang lain justru maju untuk mengambil peluang dan meraih manfaat besar dari pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, lebih banyak lapangan kerja, polusi yang lebih rendah serta biaya kesehatan yang jauh lebih kecil, dan energi yang lebih aman serta terjangkau," ujar Stiell dalam pidatonya di Brasilia, Brasil, bersama Presiden COP30 Duta Besar André Corrêa do Lago dikutip dari Reuters, Sabtu (8/2/2025).

Ketika ditanya negara mana yang memperlihatkan kemajuan, Stiell mengatakan bahwa jawabannya baru akan terlihat pada akhir tahun, ketika negara-negara menyampaikan pembaruan Nationally Determined Contributions (NDCs) mereka.

"Pembaruan NDCs akan menjadi rencana iklim paling komprehensif yang pernah dikembangkan. Kami baru bisa memberikan analisis yang lebih baik ketika semua data dikompilasi pada akhir tahun," kata Stiell.

Namun, menurutnya, aksi nyata di berbagai negara sudah menunjukkan pola yang jelas. Dia menyoroti langkah-langkah yang diambil China, Brasil, dan India dalam mengurangi emisi.

Stiell juga menekankan bahwa dalam satu dekade sejak Perjanjian Paris disepakati, dunia makin terpolarisasi, tetapi proses negosiasi iklim justru tetap bertahan.

Beberapa pemerintahan menghadapi reaksi politik terhadap kebijakan iklim mereka. Dukungan terhadap kandidat hijau di Eropa menurun, sementara Amerika Serikat memilih kembali Donald Trump, yang berkampanye menentang agenda iklim yang diusung pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden.

Meskipun demikian, Stiell mencatat bahwa dalam 10 tahun terakhir, dunia telah berhasil memobilisasi sekitar US$2 triliun dalam pendanaan iklim. Dana ini dikumpulkan untuk membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Ia menyerukan negara-negara untuk meningkatkan target pendanaan iklim menjadi US$300 miliar per tahun pada 2035, sebagaimana disepakati dalam KTT Iklim COP29 tahun lalu.

Menurut Stiell, Perjanjian Paris telah menyediakan semua mekanisme untuk mendorong negara-negara mengurangi emisi, tetapi ia mengakui bahwa perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

"Pada akhirnya, tanggung jawab berada di tangan masing-masing negara untuk menegakkan dan mengelola kebijakan mereka sendiri. Namun, kita masih melihat adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang benar-benar dilakukan," katanya.

Stiell juga memperkirakan bahwa mayoritas negara akan menyerahkan rencana iklim nasional terbaru mereka tahun ini sesuai dengan ketentuan Perjanjian Paris. UNFCCC menetapkan tenggat waktu pada 10 Februari, tetapi banyak negara menyatakan mereka akan menyerahkannya di kemudian hari.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper