Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mampukah Prabowo Mewujudkan Mimpi Soekarno soal Pengembangan Pembangkit Nuklir?

Kementerian ESDM menyatakan akan mempercepat target pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir dari sebelumnya pada 2032 menjadi 2029.
Menara pendingin di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang sudah tidak beroperasi. / Bloomberg-Heather Khalifa
Menara pendingin di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang sudah tidak beroperasi. / Bloomberg-Heather Khalifa

Bisnis.com, JAKARTA - Upaya pemerintah menghadirkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) menjadi strategi mendorong ketahanan energi sekaligus transisi energi atau sekadar latah mengikuti tren dunia?

Wacana pengembangan nuklir sudah diinisiasi Presiden pertama RI. Saat itu, Sukarno berharap agar Indonesia menguasai teknologi nuklir. Hal itu, dimulai dengan lahirnya Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) yang sebelumnya bernama Lembaga Tenaga Atom.

Hampir 80 tahun setelah kemerdekaan Indonesia, pengembangan teknologi nuklir belum berjalan baik. Akankah Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto mampu mewujudkan mimpi pendiri bangsa?

Belum lama ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan mempercepat target pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dari sebelumnya pada 2032 menjadi 2029. 

Percepatan itu dilakukan seiring dengan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 443 gigawatt (GW) dalam rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060.  

"Pengembangan pembangkit nuklir diupayakan percepatan 2029-2032," kata Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, Kamis (23/1/2025). 

Target ambisius tersebut juga ditetapkan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8% pada 2029. Adapun, dari kapasitas pembangkit listrik sebesar 443 GW itu, sebanyak 79% berasal dari energi baru terbarukan (EBT). 

Sayangnya, kendati akan masuk dalam RUKN 2025 - 2060, belum ada perusahaan yang berminat untuk berinvestasi untuk pengembangan PLTN. 

Pembangkit listrik berbasis nuklir juga disiapkan untuk menggantikan peran PLTU. Merujuk paparan rancangan peraturan pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), ditetapkan dua skenario phase down PLTU dengan pengembangan PLTN. Untuk, low scenario, setidaknya disiapkan 45 megawatt (MW) hingga 2060, sementara high scenario menetapkan 54 MW hingga 2060. 

Praktisi energi Satya Widya Yudha mengatakan pembangkit nuklir memang menjadi pilihan untuk menggantikan PLTU. Tidak hanya untuk RURN 2025 - 2060, tetapi juga  dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025 - 2034.

“PLTN harus masuk, kalau mau bauran energi terdongkrak signifikan. Tentu juga perlu mendorong potensi lainnya, seperti biomassa dan lainnya,” ujarnya, saat dihubungi Bisnis.

Berdasarkan Badan Tenaga Atom Internasional (The International Atomic Energy Agency/IAEA) memproyeksikan kapasitas nuklir dunia meningkat sebesar 2,5 kali lipat pada 2050 dibandingkan dengan kapasitas 2024. 

Kebangkitan nuklir sebagai salah satu opsi menekan emisi pembangkit listrik sudah semakin nyata setelah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP28). 

Saat itu, untuk pertama kalinya, energi nuklir masuk dalam Global Stocktake, yang menyerukan percepatan penerapan teknologi rendah emisi untuk membantu mencapai dekarbonisasi yang mendalam dan cepat.

Reaktor nuklir sebagai sumber pembangkit listrik diibaratkan benci tapi rindu. Di Eropa, kekhawatiran tentang pemanasan global dan keamanan pasokan energi telah memicu minat baru pada PLTN. Di AS, perusahaan teknologi raksasa telah beralih ke nuklir sebagai sumber daya yang ramah iklim.

Melansir World Nuclear Association, tercatat ada sekitar 440 reaktor tenaga nuklir yang beroperasi di 32 negara ditambah Taiwan, dengan kapasitas gabungan sekitar 390 gigawatt-electric (GWe). 

Data per 2023, PLTN menyediakan 2602 TWh, sekitar 9% dari listrik dunia. Pada 2025, setidaknya ada 14 PLTN beroperasi di Bangladesh, China, India, Korea Selatan, Slovakia, Rusia, dan Turki dengan total kapasitas sebesar 14,24 GWe.

Staf Pengajar Institut Teknologi PLN, Zainal Arifin berpendapat ikhtiar mengembangkan PLTN memerlukan inovasi dengan penggunaan seminimal mungkin sumber daya seperti air baku, tanpa mengurangi keandalan produksi listrik, tingkat keamanan, dan bisa mengurangi dampak lingkungan secara signifikan.

“Indonesia perlu belajar dari Finlandia bagaimana bisa membangun pembangkit nuklir Olkiluoto 3 dan sukses beroperasi sejak 2013, tanpa resistensi yang berarti dari masyarakat bahkan sesudah terjadinya kecelakaan PLTN Fukushima,” tulisnya dalam Opini di Bisnis, Rabu (23/1/2025). 

Menurutnya, aspek yang tak kalah pentingnya adalah faktor ketergantungan terutama pasokan bahan bakar maupun teknologi kepada pihak luar. Jangan sampai pengembangan nuklir malah membuat Indonesia menjadi tergantung kepada suatu negara atau institusi asing. 

Booming reaktor nuklir untuk pembangkit listrik juga diperkuat oleh International Energy Agency (IEA). Pembangkit berbasis nuklir akan mencapai rekor baru pada 2025 dan dapat meningkatkan keandalan energi suatu negara karena pesatnya permintaan listrik. 

Laporan yang bertajuk “The Path to a New Era for Nuclear Energy”,  memberikan penilaian komprehensif terhadap situasi terkini, mengidentifikasi tantangan utama pengembangan PLTN. 

Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol menjelaskan saat ini lebih dari 70 gigawatt kapasitas nuklir baru sedang dibangun secara global. Kondisi ini, lanjutnya, sekaligus menjadi yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir. 

“Namun, pemerintah dan industri masih harus mengatasi beberapa rintangan signifikan di jalan menuju era baru energi nuklir, dimulai dengan menyelesaikan proyek baru dengan tepat waktu dan sesuai anggaran hingga memastikan rantai pasok,” ujarnya. 

Sebagai sumber listrik rendah emisi terbesar kedua di dunia setelah tenaga air, tenaga nuklir saat ini menghasilkan kurang dari 10% pasokan listrik global. Meningkatnya kebutuhan pusat data di tengah maraknya kecerdasan buatan, mempercepat pertumbuhan permintaan listrik, yang akan meningkat enam kali lebih cepat dari konsumsi energi secara keseluruhan dalam beberapa dekade mendatang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper